Laman

Rabu, 20 Januari 2016

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR





BAB I
PEMBAHASAN

A.    DEFINISI
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari pada yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak dan bahkan kontraksi otot ekstrem. Meskipun tulang patah , jaringan di sekitarnya juga akan terpengaruh mengakibatkan edema jaringang lunak, perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendo, kerusakan saraf dan kerusakan pembuluh darah. Organ tubuh dapat mengalami cedera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang (Burner at all, 2002).
Fraktur adalah patahnya kontinuitas tulang yang terjadi ketika tulang tidak mampu lagi menahan tekanan yang diberikan kepadanya (Donna L. Wong, 2004

B.     ETIOLOGI
1.      Trauma
a. Langsung (kecelakaan lalulintas)
b.Tidak langsung (jatuh dari ketinggian dengan posisi berdiri/duduk sehingga terjadi fraktur tulang belakang )
2.      Patologis : Metastase dari tulang
3.      Degenerasi
4.      Spontan : Terjadi tarikan otot yang sangat kuat..

C.    KLASIFIKASI  FRAKTUR
1.Menurut jumlah garis fraktur :
a.       Simple fraktur (terdapat satu garis fraktur)
b.      Multiple fraktur (terdapat lebih dari satu garis fraktur)
c.       Comminutive fraktur (banyak garis fraktur/fragmen kecil yang lepas
2.Menurut luas garis fraktur :
a.       Fraktur inkomplit (tulang tidak terpotong secara langsung)
b.      Fraktur komplit (tulang terpotong secara total)
c.       Hair line fraktur (garis fraktur hampir tidak tampak sehingga tidak ada perubahan bentuk tulang)
3.Menurut bentuk fragmen :
a.       Fraktur transversal (bentuk fragmen melintang)
b.      Fraktur obligue (bentuk fragmen miring)
c.       Fraktur spiral (bentuk fragmen melingkar)
4.Menurut hubungan antara fragmen dengan dunia luar :
a.       Fraktur terbuka (fragmen tulang menembus kulit), terbagi 3 :
1)      Pecahan tulang menembus kulit, kerusakan jaringan sedikit, kontaminasi ringan, luka <1 cm.
2)      Kerusakan jaringan sedang, resiko infeksi lebih besar, luka >1 cm.
3)      Luka besar sampai ± 8 cm, kehancuran otot, kerusakan neurovaskuler,kontaminasi besar.


D.    PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda Juall, 1995). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Black, J.M, et al, 1993).
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur:
a.       Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
b.      Faktor Intrinsik                                                                                             
              Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.( Ignatavicius, Donna D, 1995 )

E.     MANIFESTASI KLINIS
Tanda-tanda klasik fraktur:
1.      Nyeri
2.      Deformitas
3.      Krepitasi
4.      Bengkak
5.      Peningkatan temperatur lokal
6.      Pergerakan abnormal
7.      Echymosis
8.      Kehilangan fungsi
9.      Kemungkinan lain

F.     KOMPLIKASI
1.      Umum
a.       Shock
b.      Kerusakan organ
c.       Kerusakan saraf
d.      Emboli lemak
2.      D i n i :
a.       Cedera arteri
b.      Cedera kulit dan jaringan.
c.       Cedera partement syndrom.
3.      Lanjut :
a.       Stiffnes (kaku sendi)
b.      Degenerasi sendi
c.       Penyembuhan tulang terganggu
d.      Mal union
e.       Non union
f.       Delayed union
g.      Cross union

G.    BIOLOGI PENYEMBUHAN TULANG
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:
1.      Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
                Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 – 48 jam dan perdarahan berhenti sama sekali.
2.      Stadium Dua-Proliferasi Seluler
                 Pada stadium initerjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum,dan bone marrow yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya
3.      Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
                 Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.
4.      Stadium Empat-Konsolidasi
                   Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal.
5.      Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya. (Black, J.M, et al, 1993 dan Apley, A.Graham,1993)

H.    PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostik yang sering dilakukan pada fraktur adalah:
1) X-ray:
- menentukan lokasi/luasnya fraktur
2) Scan tulang:
- memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
3) Arteriogram
- dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler.
4) Hitung Darah Lengkap
- hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada perdarahan; peningkatan
lekosit sebagai respon terhadap peradangan.
5) Kretinin
- trauma otot meningkatkan beban kretinin untuk klirens ginjal
6) Profil koagulasi
- perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi atau cedera hati.

I.       PENATALAKSANAAN
1.      Reduksi untuk memperbaiki kesegarisan tulang (menarik)
2.      Immobilisasi untuk mempertahankan posisi reduksi, memfasilitasi union :
·         Eksternal→gips, traksi
·           Internal→nail dan plate
3.      Rehabilitasi, mengembalikan ke fungsi semula

BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1.      Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:

a.       Pengumpulan Data
1)      Anamnesa
a)      Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
b)      Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
·         Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor presipitasi nyeri.
·         Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
·         Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
·         Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan  skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
·         Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari. (Ignatavicius, Donna D, 1995)
c)      Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).



d)     Riwayat Penyakit Dahulu
Ø  Aktivitas/istirahat:
Gejala:
Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera akibat langsung dari fraktur atau akibat sekunder pembengkakan jaringan dan nyeri.
Ø  Sirkulasi:
Tanda:
1)      Peningkatan tekanan darah mungkin terjadi akibat respon terhadap
a.       nyeri/ansietas, sebaliknya dapat terjadi penurunan tekanan darah bila
b.      terjadi perdarahan
2)      Takikardia
3)      Penurunan/tak ada denyut nadi pada bagian distal area cedera, pengisian kapiler lambat, pucat pada area fraktur.
4)      Hematoma area fraktur.
Ø  Neurosensori:
Gejala:
Hilang gerakan/sensasi
Kesemutan (parestesia)
Tanda:
1)      Deformitas lokal, angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi,
2)      spasme otot, kelemahan/kehilangan fungsi.
3)      Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera akibat langsung dari fraktur atau akibat sekunder pembengkakan jaringan dan nyeri.
4)      Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas atau trauma lain.
Ø  Nyeri/Kenyamanan:
Gejala:
Nyeri hebat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area fraktur, berkurang pada imobilisasi.
Spasme/kram otot setelah imobilisasi.
Ø  Keamanan:
Tanda:
1)      Laserasi kulit, perdarahan
2)      Pembengkakan lokal (dapat meningkat bertahap atau tiba-tiba)
Ø  Penyuluhan/Pembelajaran:
Imobilisasi
Bantuan aktivitas perawatan diri
Prosedur terapi medis dan keperawatan



e)      Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik (Ignatavicius, Donna D, 1995).
f)       Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius, Donna D, 1995).

2.      Diagnosa Keperawatan
Merupakan pernyataan yang menjelaskan status kesehatan baik aktual maupun potensial. Perawat memakai proses keperawatan dalam mengidentifikasi dan mengsintesa data klinis dan menentukan intervensi keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan, atau mencegah masalah kesehatan klien yang menjadi tanggung jawabnya.
a.       Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
b.      Risiko cedera b/d gangguan integritas tulang
c.       Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi)
3.      Perencanaan
No
Dx.Keperawatan &
Kriteria Hasil
Rencana Tindakan
Rasional
1.            


































2.














































3.








Nyeri akut




































Risiko cedera














































Gangguan mobilitas fisik
1.   Tinggikan posisi
ekstremitas yang
mengalami fraktur

2.   Lakukan dan awasi latihan gerak pasif/aktif sesuai keadaan klien

3.   Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase, perubahan posisi)


4.   Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam, imajinasi visual, aktivitas dipersional)



5.   Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai keperluan.

6.   Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.




7.   Evaluasi keluhan nyeri (skala, petunjuk verbal dan non verval, perubahan tanda-tanda vital)



1.   Pertahankan tirah baring dan imobilisasi sesuai indikasi.



2.   Rawat luka setiap hari atau setiap kali bila pembalut basah atau kotor.

3.   Bila terpasang bebat, sokong fraktur dengan bantal atau gulungan selimut untuk mempertahankan posisi yang netral.

4.   Evaluasi pembebat terhadap resolusi edema.


5.   Kolaborasi pemasangan skeletal traksi.




6.   Kolaborasi pemberian obat antibiotika.




7.   Evaluasi tanda/gejala perluasan cedera jaringan (peradangan lokal/sistemik, seperti peningkatan nyeri, edema, demam)

1.   Pertahankan pelaksanaan akti-vitas rekreasi terapeutik (radio, koran, kunjungan teman/ keluarga) sesuai keadaan klien.



2.   Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun yang sehat sesuai keadaan klien.







3.   Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihan/makan/eliminasi) se- suai keadaan klien.

4.   Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien.



5.   Dorong/pertahankan asupan ca-iran 2000-3000 ml/hari.



6.   Berikan diet TKTP.






7.   Kolaborasi pelaksanaan fisio-terapi sesuai indikasi.
8.   Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi.
1.   Meningkatkan aliran balik vena, mengurangi edema/ nyeri.
2.   Mempertahankan kekuat-an otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler.
3.   Meningkatkan sirkulasi umum, menurunkan area tekanan lokal dan kelelahan otot.
4.   Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang mungkin berlangsung lama.

5.   Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri.

6.   Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara sentral maupun perifer.
7.   Menilai perkembangan masalah klien.




1.      Meminimalkan rangsang nyeri akibat gesekan antara fragmen tulang dengan jaringan lunak di sekitarnya.
2.      Mempercepat penyembuh-an luka dan mencegah infeksi lokal/sistemik.
3.      Mencegah perubahan posisi dengan tetap mempertahankan kenyamanan dan keamanan.

4.      Bila fase edema telah lewat, kemungkinan bebat menjadi longgar dapat terjadi.
5.      Skeletal traksi menghasil-kan efek fiksasi yang lebih stabil sehingga dapat meminimalkan resiko perluasan cedera.
6.      Antibiotik bersifat bakte-riosida/baktiostatika untuk membunuh / menghambat perkembangan kuman.
7.      Menilai perkembangan masalah klien.



1. Memfokuskan perhatian, meningkatkan rasa kontrol diri/harga diri, membantu menurunkan isolasi sosial.

2. Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal, mempertahankan tonus otot, mempertahakan ge-rak sendi, mencegah kon-traktur/atrofi dan mence-gah reabsorbsi kalsium karena imobilisasi.
3. Meningkatkan kemandiri-an klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan klien.
4. Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus, atelektasis, penumonia)
5. Mempertahankan hidrasi adekuat, men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi.
6. Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-pertahankan fungsi fisiologis tubuh.
7. Kerjasama dengan fisio-terapis perlu untuk me-nyusun program aktivitas fisik secara individual.
8. Menilai perkembangan masalah klien.







SKENARIO 2 :
Nona B umur 61 tahun dengan keluhan patah tulang pada 1/3 bagian femur distal dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan inkompit fraktur pada kaput femuris keadaan ini dialami klien akibat terjatuh dari kamar mandi untuk sementara pasien di pasang gips.
Kata Kunci :  FRAKTUR
PERTANYAAN :
1.      MENGAPA Nn. B SAMPAI MENGALAMI FRAKTUR JELASKAN !
Jawab :
Pada kasus Nn. B dia mengalami fraktur akibat terjatu dari kamar mandi karena Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari pada yang dapat diabsorpsinya, Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah fraktur yang di alami Nn.B.
2.      Nn. B MENGALAMI FRAKTUR AKIBAT TERJATUH DARI KAMAR MANDI, APAKAH ADA PENYEBAB LAIN YANG DAPAT MENGAKIBATKAN FRAKTUR?
Jawab :
Trauma(mis : kecelakaa, benturan dll), Patologis : Metastase dari tulang (penyakit), Degenerasi, Spontan : Terjadi tarikan otot yang sangat kuat..
3.      JENIS FRAKTUR APA YANG DIALAMI OLEH Nn.B!
Jawab :
Simple fraktur (terdapat satu garis fraktur)
4.      SELAIN SIMPLE FRAKTUR YANG DIALAMI Nn.B APA LAGI JENIS/KLASIFIKASI FRAKTUR YANG LAIN!
Jawab:
Menurut jumlah garis fraktur :
d.      Simple fraktur (terdapat satu garis fraktur)
e.       Multiple fraktur (terdapat lebih dari satu garis fraktur)
f.       Comminutive fraktur (banyak garis fraktur/fragmen kecil yang lepas
Menurut luas garis fraktur :
d.      Fraktur inkomplit (tulang tidak terpotong secara langsung)
e.       Fraktur komplit (tulang terpotong secara total)
f.       Hair line fraktur (garis fraktur hampir tidak tampak sehingga tidak ada perubahan bentuk tulang)
Menurut bentuk fragmen :
d.      Fraktur transversal (bentuk fragmen melintang)
e.       Fraktur obligue (bentuk fragmen miring)
f.       Fraktur spiral (bentuk fragmen melingkar)
Menurut hubungan antara fragmen dengan dunia luar :
b.      Fraktur terbuka (fragmen tulang menembus kulit), terbagi 3 :
Pecahan tulang menembus kulit, kerusakan jaringan sedikit, kontaminasi ringan, luka <1 cm.
Kerusakan jaringan sedang, resiko infeksi lebih besar, luka >1 cm.
Luka besar sampai ± 8 cm, kehancuran otot, kerusakan neurovaskuler,kontaminasi besar.

5.      MENGAPA Nn.B DIPASANGI GIPS APA FUNGSI DARI GIPS TERSEBUT?
Jawab:
Fungsi dari pemasangan GIPS pada pasien fraktur ialah agar mempertahankan pergerakan/immobilasisi dari tulang yang fraktur agar tidak tergoyang sehingga memungkinkan penyambungan tulang sempurna yang diharapkn penyembuhan tulang seperti semula tidak bengkok dll.
6.      PENATALAKSANAAN APA LAGI YANG DILAKUKAN APABILA GIPS Nn.B TELAH DILEPASKAN?
Jawab :
Setelah gips dilepaskan sebaikanya melakukan terapi agar pergeraakan dari kaki Nn.B kembali seperti semula, karena pastinya Nn.B akan mengalami trauma (takut umtuk bergerak, takut patah kembali, takut merasakan nyeri) untuk berjalan akibat dari fraktur yang dialaminya.
7.      SEBUTKAN DIAGNOSA APA YANG DAPAT DIANGKAT PADA KASUS Nn. B!
Jawab :
1.     Intoleransi aktifitas b/d fraktur femur
2.     Risiko cedera b/d gangguan integritas tulang
3.      Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi)









DAFTAR PUSTAKA

http://www.drt.net.id/muskuloskeletal/peduli.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar