BAB I
ISI
A. PENGERTIAN
Kusta
adalah penyakit infeksi kronis yg disebabkan oleh mycobacterium leprae, pertama
kali menyerang saraf tepi, setelah itu menyerang kulit dan organ-organ tubuh
lain kecuali susunan saraf pusat
Kusta
adalah penyakit infeksi kronis yang di sebabkan oleh mycobacterium lepra yang
interseluler obligat, yang pertama menyerang saraf tepi, selanjutnya dapat
menyerang kulit, mukosa mulut, saluran nafas bagian atas, sistem endotelial,
mata, otot, tulang, dan testis (djuanda, 4.1997 ).
Kusta
adalah penyakit yang menahun dan disebabkan oleh kuman kusta (mikobakterium
leprae) yang menyerang syaraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya. (Depkes
RI, 1998)
B. ETIOLOGI
·
Penyebabnya
adalah mycobacterium leprae
·
Kuman
penyebab mycobacterium leprae di temukan oleh GA,Hansen pada tahun 1874 di
norwegai.
·
Berbentuk
basil dengan ukuran 3 – 8 UmX0,5 Um;
·
Bersifat
gram positif, tahan asam tidak berspora, tidak bergerak dan alcohol.
·
Mikobakterium
leprae merupakan basil tahan asam (BTA) bersifat obligat intraseluler,
menyerang saraf perifer, kulit dan organ lain seperti mukosa saluran nafas
bagian atas, hati, sumsum tulang kecuali susunan saraf pusat. Masa membelah
diri mikobakterium leprae 12-21 hari dan masa tunasnya antara 40 hari-40 tahun.
Kuman kusta berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-8 micro, lebar 0,2-0,5
micro biasanya berkelompok dan ada yang disebar satu-satu, hidup dalam sel dan
BTA.
C.
PATOFISIOLOGI
Meskipun
cara masuk M. Leprae ke tubuh belum diketahui pasti, beberapa penelitian,
tersering melalui kulit yang lecet pada bagian tubuh bersuhu dingin dan melalui
mukosa nasal.
Kemampuan
hidup M. Leprae pada suhu tubuh yang rendah, waktu regenerasi lama, serta Pengaruh
M. Leprae ke kulit tergantung factor imunitas seseorang, sifat kuman yang
Avirulen dan non toksis.
M.
Leprae ( Parasis Obligat Intraseluler ) terutama terdapat pada sel macrofag
sekitar pembuluh darah superior pada dermis atau sel Schwann jaringan saraf, bila
kuman masuk tubuh tubuh bereaksi mengeluarkan macrofag ( berasal dari monosit
darah, sel mn, histiosit ) untuk memfagosit.
Tipe
LL ; terjadi kelumpuha system imun seluler tinggi macrofag tidak mampu
menghancurkan kuman dapat membelah diri dengan bebas merusak jaringan.
Tipe
TT ; fase system imun seluler tinggi macrofag dapat menghancurkan kuman hanya
setelah kuman difagositosis macrofag, terjadi sel epitel yang tidak bergerak
aktif, dan kemudian bersatu membentuk sel dahtian longhans, bila tidak segera
diatasi terjadi reaksi berlebihan dan masa epitel menimbulkan kerusakan saraf
dan jaringan sekitar.
D. MANIFESTASI KLINIS
·
Kulit
dengan bercak putih atau kemerahan dengan mati rasa
·
Penebalan
dalm saraf tepi di sertai kelainan berupa mati rasa dan kelemahan pada otot
tangan, kaki, dan mata
·
Pada
pemeriksaan kulit BTA + Dikatakan menderita kusta apabila di temukan satau atau
lebih dari tanda pasi kusta dalam waktu pemeriksaan klinis. ( dirjen PPM &
PL, 2003 )
E. KLASIFIKASI MORBUS HANSEN/KUSTA
1.
tipe
tuberkuloid-tuberkuloid (TT).
Lesi mengenai kulit/saraf, bisa satu
atau beberapa. Dapat berupa macula/plakat, berbatas jelas, dibagian tengah
didapatkan lesi yang mengalami regresi atau penyembuhan, permukaan lesi dapat
bersisik dengan tepi yang meninggi, gejalanya dapat disertai penebalan saraf
perifer yang biasanya teraba, kelemahan otot dan sedikit rasa gatal.
2.
tipe
Borderline tuberkuloid (BT).
Lesi mengenai tepi TT, berupa macula
anestesi/plak, sering disertai lesi satelit dipinggirnya, tetapi gambaran
hipopigmentasi, gangguan saraf tidak seberat tipe tuberkuloid dan biasanya
asimetrik.
3.
tipe
Borderline-Borderline (BB).
Merupakan tipe II yang paling tidak
stabil, dan jarang dijumpai, lesi dapat berbentuk macula infilit, permukaannya
dapat mengkilat, batas kurang jelas, jumlah melebihi tipe BT dan cenderung
simetrik, bentuk, ukuran dan distribusinya bervariasi. Bisa didapat lesi
punchedout yaitu hipopigmentasi yang oral pada bagian tengah, merupakan cirri
khas tipe ini.
4.
tipe
Borderline Lepromatous (BL).
Lesi dimulai dengan macula, awalnya
sedikit darem dengan cepat menyebar keseluruhan badan, macula lebih jelas dan
lebih bervariasi bentuknya. Walau masih kecil papel dan nodus lebih tegas
dengan distribusi yang hampir simetrik. Tanda-tanda kerusakan saraf berupa
hilangnya sensasi, hipopigmentasi, berkurangnya kerinngat, dan gugurnya rambut
lebih cepat muncul dibandingkan dengan tipe lepromatous dengan penebalan saraf
yang dapat teraba pada tempat predileksi dikulit.
5.
tipe
Lepromatous-Lepromatous (LL).
Jumlah lesi sangat banyak, simetrik,
permukaan halus, lebih eritem, mengkilap, terbatas tidak tegas dan tidak
ditemukan gangguan anestesi dan antidrosis pada stadium dini, distribusi lesi
khas, mengenai dahi, pelipis, dagu, cuping hidung, dibadan mengenai bagian
belakang yang dingin, lengan punggung tangan dan permukaan ekstentor tungkai
bawah, pada stadium lanjut tampak penebalan kulit yang progresif, cuping
telinga menebal, garis muka menjadi kasar dan cekung, dapat disertai madarosis,
iritis, dan keratitis. Dapat pula terjadi deforhitas hidung, dapat dijumpai
pembesaran kelenjar limfe, orkitis dan atropi testis.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Bakterioskopik
Memiliki lesi yang paling aktif
yaitu : yang paling erythematous dan paling infiltratif. Secara topografik yang
paling baik adalah muka dan telinga.Denngan menggunakan Vaccinosteil dibuat
goresan sampai didermis, diputar 90 derajat dan dicongkelkan, dari bahan tadi
dibuat sediaan apus dan diwarnai Zeihlnielsen. Pada pemeriksaan akan tampak
batang-batang merah yang utuh, terputus-putus atau granuler.
2. Test Mitsuda
Berupa penyuntikan lepromin secara
intrakutan pada lengan, yang hasilnya dapat dibaca setelah 3 – 4 minggu
kemudian bila timbul infiltrat di tempat penyuntikan berarti lepromim test
positif.
G.
PENCEGAHAN
1. Penerangan dengan memberikan sedikit
penjelasan tentang seluk beluk penyakit lepra pada pasien;
2. Pengobatan profilaksis dengan dosis
yang lebih rendah dari pada dosis therapeutic.
3. Vaksinasi dengan BCG yang juga
mempunyai daya profilaksis terhadap lepra.
H.
PENGOBATAN
v PB (tipe kering)
·
Pengobatan bulanan :hari pertama : 2
Kapsul Rifampisin
I Tablet Dapsone (DDS)
·
Pengobatan harian : hari ke 2 – 28 :
tablet Dapsone (DDS)
Lama pengobatan : 6 Blister diminum selama 6 – 9 bulan
v MB (tipe basah)
·
Pengobatan bulanan : hari pertama :
·
2 Kapsul Rifampisin
·
3 Tablet Lamrene
·
1 Tablet Dapsone
·
pengobatan harian : hari ke 2 – 28 :
·
1 Tablet Lamrene
·
1 Tablet Dapsone (DDS)
lama pengobatan : 12 blister diminum selama 12 – 18 bulan.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN MORBUS HANSEN
A. Pengkajian
1.
Identitas
pasien
·
Nama;
·
Jenis
kelamin;
·
Umur;
·
Status
perkawinan;
·
Pekerjaan;
·
Agama;
·
Pendidikan
terakhir;
·
Alamat.
2. Riwayat Kesehatan lalu
·
Pernahkah
menderita penyakit ? penyakit apa ? dan lamanya
·
Pernahkah
menderita penyakit yang sama ?
3. Riwayat kesehatan sekarang
·
Mulai
timbulnya gejala, sampai dibawa ke unit pelayanan kesehatan, gejala-gejala yang
menyertai.
4. Riwayat kesehatan keluarga
·
Adakah
keluarga yang menderita penyakit yang sama atau adakah keluarga yang menderita
penyakit menular.
5. Riwayat pengobatan
·
Apakah
pernah menjalani pengobatan penyakit kusta, berapa lama ? tuntas atau tidak.
6. Data sosial ekonomi
·
Keadaan
sosial ekonomi
7. Aktifitas sehari-hari
·
Pola
tidur;
·
Pola
makan atau minum;
·
Pola
eliminasi;
·
Personal
hygiene.
8. Pemeriksaan Fisik
a.
Keadaan
umum
b.
Tanda-tanda
Vital : suhu tubuh, tekanan darah, nadi, pernafasan.
c.
Kepala
dan leher :
-
Kepala
dan rambut : alopesia, madarosis, adanya lesi;
-
Mata
: dapat
ditemukan iritasi, iri dosiklitis, gangguan visus sampai kebutaan;
-
Hidung
dapat terjadi epistaksis, hidung pertama;
-
Lidah
: mungkin ada ulkus, nodus;
-
Laring
: suara parau.
d.
Payudara
dan ketiak : dapat ditemukan limfademitis.
e.
Thorak
: periiga adanya
kelainan thorak, pernafasan, kelainan jantung, infeksi adanya lesi
f.
Abdomen
: periksa adanya lesi yang mati rasa.
g.
Genetalia
dan sekitarnya : epididimis akut, orkitis, atrofi.
h.
Muskoloskeletal
:
-
kisimetrisan
otot;
-
kelemahan
otot dan tulang;
-
periksa
adanya kelainan pada ekstrimitas dan kaki.
i.
Integument
: kebersihan, kehangatan, warna, tekstus, turgor, kelembapan, observasi adanya
kelainan kulit/lesi yang mati rasa.
j.
Nevrologis
: terdapat kelainan-kelainan saraf.
-
Nervus
durikularis magnus;
-
Nervus
ulnaris : Anestesi dan paresis/paralysis otot tangan jari I, II, II dan
sebagian jari IV ia rasakan nervus ulnaris dan nervus medianus menyebabkan jari
tangan keriting (Claw fingers) tangan cakar (Claw hand);
-
Nervus
radialis : tangan Lunglai (drowist);
-
Nervus
tibialis posterior : mati rasa telapak kaki, jari kaki keriting (Claw toes);
-
Nervus
facialis : lagoflaimus, mulut mencong;
-
Nervus
trigeminus : anestesi kornea.
k.
Sensitifitas
pada lesi :
dengan kapas, jarum, bulu ayam. (ada mati rasa/tidak)
B. Diagnosa keperawatan
1. Kerusakan intergritas
kulit b.d adanya lesi
2. Isolasi sosial b.d
perubahan bentuk tubuh
3. Gangguan konsep diri b.d
perubahan penampilan fisik
C. Intervensi
1.
Kerusakan Integritas kulit b.d adanya
lesi
Kriteria hasil : Lesi tidak menyebarPasien merasa nyaman
Intervensi
·
Kaji/catat ukuran warna, kedalaman luka,
perhatikan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka.
Rasional
memberikan informasi dasar tentang kebutuhan penanaman kulit dan kemungkinan
petunjuk tentang sirkulasi pada area graft.
Intervensi
·
berikan perawatan luka yang tepat dan
tindakan control infeksi.
Rasional
Menurunkan resiko infeksi
Intervensi
·
mengevaluasi keefektifan sirkulasi dan
mengidentifikasi terjadinya komplikasi.
Rasional
mengevaluasi warna sisi luka perhatikan ada atau tidak adanya penyembuhan
Intervensi
·
lakukan advis dokter untuk memberikan
obat sesuai dosis
·
Rasional terapi dibutuhkan pasien dalam
proses penyembuhan.
Intervensi
·
lakukan kolaborasi dengan ahli gizi
untuk pemberian nitrisi TKTP.
Rasional
diet TKTP dapat membantu dalam proses pembentukan jaringan dan sel baru.
Intervensi
·
ajarkan pasien dan keluarga mengenai
perawatan luka. serta cara mencegah penularan.
Rasional
membantu mempermudah serta mengarahkan keluarga dan pasien dalam perawatan
luka, juga dalam mencegah terjadinya penularan ke jaringan lain atau pada
keluraga
2. Isolasi
sosial b.d perubahan bentuk tubuh
Kriteria Hasil
Menunjukkan peningkatan
perasaan harga dir
Berpartisipasi dalam
aktivitas/progam pada tingkat kemampuan
Intervensi
·
Tentukan presepsi pasien tentang situasi
Rasional Isolasi sebagian dapat mempengaruhi diri
saat pasien takut penolakan atau reaksi orang lain
Intervensi
·
Berikan waktu untuk berbicara dengan
pasien selama dan diantara aktivitas perawatan. Tetap memberi dukungan,
mengusahakan verbalisasi. Perlakukan dengan penuh penghargaan dan menghormati
perasan pasien.
Rasional Pasien mungkin akan mengalami isolasi
fisik
Intervensi
·
Batasi atau hindari penggunaan
master, baju dan sarung tangan jika memungkinkan, misalnya jika berbicara
dengan pasien
Rasional Mengurangi perasaan pasien akan isolasi
fisik dan menciptakan hubungan sosial yang positif, yang dapat meningkatkan
rasa percaya diri
Intervensi
·
Identifikasi sistem pendukung yang
tersedia bagi pasien, termasuk adanya/hubungan dengan keluarga kecil dan besar
Rasional Jika pasien mendapatkan bantuan dari
orang terdekat, perasaan kesepian dan ditolak akan berkurang
Intervensi
·
Dorong kunjungan terbuka, hubungan
telepon dan aktivitas sosial dalam tingkat yang memungkinkan
Rasional Partisipasi orang lain dapat meningkatkan
rasa kebersamaan
Intervensi
·
Dorong adanya hubungan yang aktif
dengan orang terdekat
Rasional Membantu memantapkan partisipasi pada
hubungan sosial. Dapat mengurangi kemungkinan upaya bunuh diri
Intervensi
·
Kembangkan perencanaan tindakan dengan pasien
Rasional Memiliki rencana yang dapat meningkatkan
kontrol terhadap kehidupan sendiri dan beri pasien sesuatu untuk memandang
kedepan/melakukan penyelesain.
Intervensi
·
Rujuk pada sumber – sumber pelayanan
sosial, konselor dan organisasi
Rasional.Adanya sistem pendukung yang dapat
mengurangi perasaan terisolasi
3.
Gangguan
konsep diri B.d perubahan penampilan fisik
Kriteria hasil
Klien
mengatakan dan menunjukan peneimaan atas penampilanNya.
Menunjukan
keinginan dan kemampuan untuk melakukan perawatan diri.
Klien
dapat mengidentifikasi aspek
Intervensi
·
Bina
hubungan saling percaya antara perawat-klien.
Rasional Untuk menjalin rasa percaya.
Intervensi
·
Dorong
klien untuk mengajukan pertanyaan mengenai masalah kesehatan, pengobatan, dan
kemajuan pengobatan dan kemungkinan hasilnya.
Rasional Agar pasien merasa ada harapan yang kuat untuk
sembuhIntervensi
·
Dorong
klien untuk menyatakan perasaannya, terutama tentang cara ia merasakan,
berfikir dan memandang dirinya.
Rasional Supaya pasien tidak terbebani sendiri
dengan keadaan yang dialaminya.
Intervensi
·
Hindari
mengkritik.
Rasional Agar pasien tidak minder sewaktu bersosialisasi.
Intervensi
·
Jaga
privasi dan lingkungan individu
Rasional Agar pasien merasa nyaman.
Intervensi
·
Tingkatkan
interaksi social klien.
Rasional Agar pasien merasa nyaman ketika
berhubungan social dengan orang lain.
Intervensi
·
Berikan
informasi yang dapat dipercaya dan kejelasan informasi.
Rasional Agar klien mengerti tidakan untuk menanggulangi
masalah kesehatanya.
Intervensi
·
Dorong
klien dan keluarga untuk menerima keadaan.
Rasional Agar pasien merasa nyaman dan tidak
terbebani karna masalah kesehatanya.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Penyakit kusta ialah sebuah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
leprae.
Penyakit ini adalah tipe penyakit granulomatosa pada saraf tepi dan mukosa dari saluran pernapasan atas, dan lesi pada kulit adalah tanda yang bisa diamati dari luar.
Bila tidak ditangani, kusta dapat sangat progresif, menyebabkan kerusakan pada
kulit, saraf-saraf, anggota gerak, dan mata. Tidak seperti mitos yang beredar di masyarakat, kusta tidak
menyebabkan pelepasan anggota tubuh yang begitu mudah.
B. Saran
Penyusun
menyadari bahwa masih terdapat banyak kesalahan dalam penyusunan makalah ini,
oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi
penyempurnaan mkalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
hidayat2.wordpress.com/2009/05/26/askep-lepra
kuliah+keperawatan+kebidanan+asuhan+keperawatan+lepra
ads.masbuchin.com/search/askep%20lepra
Tidak ada komentar:
Posting Komentar