Laman

Rabu, 20 Januari 2016

ASUHAN KEPERAWATAN KUSTA (MORBUS HANSEN)





BAB I
ISI

A.    PENGERTIAN
Kusta adalah penyakit infeksi kronis yg disebabkan oleh mycobacterium leprae, pertama kali menyerang saraf tepi, setelah itu menyerang kulit dan organ-organ tubuh lain kecuali susunan saraf pusat
Kusta adalah penyakit infeksi kronis yang di sebabkan oleh mycobacterium lepra yang interseluler obligat, yang pertama menyerang saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa mulut, saluran nafas bagian atas, sistem endotelial, mata, otot, tulang, dan testis (djuanda, 4.1997 ).
Kusta adalah penyakit yang menahun dan disebabkan oleh kuman kusta (mikobakterium leprae) yang menyerang syaraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya. (Depkes RI, 1998)
B.     ETIOLOGI
·         Penyebabnya adalah mycobacterium leprae
·         Kuman penyebab mycobacterium leprae di temukan oleh GA,Hansen pada tahun 1874 di norwegai.
·         Berbentuk basil dengan ukuran 3 – 8 UmX0,5 Um;
·         Bersifat gram positif, tahan asam tidak berspora, tidak bergerak dan alcohol.
·         Mikobakterium leprae merupakan basil tahan asam (BTA) bersifat obligat intraseluler, menyerang saraf perifer, kulit dan organ lain seperti mukosa saluran nafas bagian atas, hati, sumsum tulang kecuali susunan saraf pusat. Masa membelah diri mikobakterium leprae 12-21 hari dan masa tunasnya antara 40 hari-40 tahun. Kuman kusta berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-8 micro, lebar 0,2-0,5 micro biasanya berkelompok dan ada yang disebar satu-satu, hidup dalam sel dan BTA.

C.     PATOFISIOLOGI
Meskipun cara masuk M. Leprae ke tubuh belum diketahui pasti, beberapa penelitian, tersering melalui kulit yang lecet pada bagian tubuh bersuhu dingin dan melalui mukosa nasal.
Kemampuan hidup M. Leprae pada suhu tubuh yang rendah, waktu regenerasi lama, serta Pengaruh M. Leprae ke kulit tergantung factor imunitas seseorang, sifat kuman yang Avirulen dan non toksis.
M. Leprae ( Parasis Obligat Intraseluler ) terutama terdapat pada sel macrofag sekitar pembuluh darah superior pada dermis atau sel Schwann jaringan saraf, bila kuman masuk tubuh tubuh bereaksi mengeluarkan macrofag ( berasal dari monosit darah, sel mn, histiosit ) untuk memfagosit.
Tipe LL ; terjadi kelumpuha system imun seluler tinggi macrofag tidak mampu menghancurkan kuman dapat membelah diri dengan bebas merusak jaringan.
Tipe TT ; fase system imun seluler tinggi macrofag dapat menghancurkan kuman hanya setelah kuman difagositosis macrofag, terjadi sel epitel yang tidak bergerak aktif, dan kemudian bersatu membentuk sel dahtian longhans, bila tidak segera diatasi terjadi reaksi berlebihan dan masa epitel menimbulkan kerusakan saraf dan jaringan sekitar.

D.    MANIFESTASI KLINIS
·         Kulit dengan bercak putih atau kemerahan dengan mati rasa
·         Penebalan dalm saraf tepi di sertai kelainan berupa mati rasa dan kelemahan pada otot tangan, kaki, dan mata
·         Pada pemeriksaan kulit BTA + Dikatakan menderita kusta apabila di temukan satau atau lebih dari tanda pasi kusta dalam waktu pemeriksaan klinis. ( dirjen PPM & PL, 2003 )

E.     KLASIFIKASI MORBUS HANSEN/KUSTA
1.      tipe tuberkuloid-tuberkuloid (TT).
Lesi mengenai kulit/saraf, bisa satu atau beberapa. Dapat berupa macula/plakat, berbatas jelas, dibagian tengah didapatkan lesi yang mengalami regresi atau penyembuhan, permukaan lesi dapat bersisik dengan tepi yang meninggi, gejalanya dapat disertai penebalan saraf perifer yang biasanya teraba, kelemahan otot dan sedikit rasa gatal.

2.      tipe Borderline tuberkuloid (BT).
Lesi mengenai tepi TT, berupa macula anestesi/plak, sering disertai lesi satelit dipinggirnya, tetapi gambaran hipopigmentasi, gangguan saraf tidak seberat tipe tuberkuloid dan biasanya asimetrik.
3.      tipe Borderline-Borderline (BB).
Merupakan tipe II yang paling tidak stabil, dan jarang dijumpai, lesi dapat berbentuk macula infilit, permukaannya dapat mengkilat, batas kurang jelas, jumlah melebihi tipe BT dan cenderung simetrik, bentuk, ukuran dan distribusinya bervariasi. Bisa didapat lesi punchedout yaitu hipopigmentasi yang oral pada bagian tengah, merupakan cirri khas tipe ini.
4.      tipe Borderline Lepromatous (BL).
Lesi dimulai dengan macula, awalnya sedikit darem dengan cepat menyebar keseluruhan badan, macula lebih jelas dan lebih bervariasi bentuknya. Walau masih kecil papel dan nodus lebih tegas dengan distribusi yang hampir simetrik. Tanda-tanda kerusakan saraf berupa hilangnya sensasi, hipopigmentasi, berkurangnya kerinngat, dan gugurnya rambut lebih cepat muncul dibandingkan dengan tipe lepromatous dengan penebalan saraf yang dapat teraba pada tempat predileksi dikulit.
5.      tipe Lepromatous-Lepromatous (LL).
Jumlah lesi sangat banyak, simetrik, permukaan halus, lebih eritem, mengkilap, terbatas tidak tegas  dan tidak ditemukan gangguan anestesi dan antidrosis pada stadium dini, distribusi lesi khas, mengenai dahi, pelipis, dagu, cuping hidung, dibadan mengenai bagian belakang yang dingin, lengan punggung tangan dan permukaan ekstentor tungkai bawah, pada stadium lanjut tampak penebalan kulit yang progresif, cuping telinga menebal, garis muka menjadi kasar dan cekung, dapat disertai madarosis, iritis, dan keratitis. Dapat pula terjadi deforhitas hidung, dapat dijumpai pembesaran kelenjar limfe, orkitis dan atropi testis.
F.      PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1.      Pemeriksaan Bakterioskopik
Memiliki lesi yang paling aktif yaitu : yang paling erythematous dan paling infiltratif. Secara topografik yang paling baik adalah muka dan telinga.Denngan menggunakan Vaccinosteil dibuat goresan sampai didermis, diputar 90 derajat dan dicongkelkan, dari bahan tadi dibuat sediaan apus dan diwarnai Zeihlnielsen. Pada pemeriksaan akan tampak batang-batang merah yang utuh, terputus-putus atau granuler.
2.      Test Mitsuda
Berupa penyuntikan lepromin secara intrakutan pada lengan, yang hasilnya dapat dibaca setelah 3 – 4 minggu kemudian bila timbul infiltrat di tempat penyuntikan berarti lepromim test positif.
G.    PENCEGAHAN

1.      Penerangan dengan memberikan sedikit penjelasan tentang seluk beluk penyakit lepra pada pasien;
2.      Pengobatan profilaksis dengan dosis yang lebih rendah dari pada dosis therapeutic.
3.      Vaksinasi dengan BCG yang juga mempunyai daya profilaksis terhadap lepra.

H.    PENGOBATAN
v  PB (tipe kering)
·         Pengobatan bulanan :hari pertama : 2 Kapsul Rifampisin
I Tablet Dapsone (DDS)
·         Pengobatan harian : hari ke 2 – 28 : tablet Dapsone (DDS)
Lama pengobatan : 6 Blister diminum selama 6 – 9 bulan
v  MB (tipe basah)

·         Pengobatan bulanan : hari pertama :
·         2 Kapsul Rifampisin
·         3 Tablet Lamrene
·         1 Tablet Dapsone
·         pengobatan harian : hari ke 2 – 28 :
·         1 Tablet Lamrene
·         1 Tablet Dapsone (DDS)
lama pengobatan : 12 blister diminum selama 12 – 18 bulan.


BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN MORBUS HANSEN
A.    Pengkajian
1.      Identitas pasien
·         Nama;
·         Jenis kelamin;
·         Umur;
·         Status perkawinan;
·         Pekerjaan;
·         Agama;
·         Pendidikan terakhir;
·         Alamat.
2.      Riwayat Kesehatan lalu
·         Pernahkah menderita penyakit ? penyakit apa ? dan lamanya
·         Pernahkah menderita penyakit yang sama ?
3.      Riwayat kesehatan sekarang
·         Mulai timbulnya gejala, sampai dibawa ke unit pelayanan kesehatan, gejala-gejala yang menyertai.
4.      Riwayat kesehatan keluarga
·         Adakah keluarga yang menderita penyakit yang sama atau adakah keluarga yang menderita penyakit menular.
5.      Riwayat pengobatan
·         Apakah pernah menjalani pengobatan penyakit kusta, berapa lama ? tuntas atau tidak.
6.      Data sosial ekonomi
·         Keadaan sosial ekonomi
7.      Aktifitas sehari-hari
·         Pola tidur;
·         Pola makan atau minum;
·         Pola eliminasi;
·         Personal hygiene.
8.      Pemeriksaan Fisik
a.       Keadaan umum
b.      Tanda-tanda Vital : suhu tubuh, tekanan darah, nadi, pernafasan.
c.       Kepala dan leher :
-          Kepala dan rambut : alopesia, madarosis, adanya lesi;
-          Mata :            dapat ditemukan iritasi, iri dosiklitis, gangguan visus sampai kebutaan;
-          Hidung dapat terjadi epistaksis, hidung  pertama;
-          Lidah : mungkin ada ulkus, nodus;
-          Laring : suara parau.
d.      Payudara dan ketiak : dapat ditemukan limfademitis.
e.       Thorak :           periiga adanya kelainan thorak, pernafasan, kelainan jantung, infeksi adanya lesi
f.       Abdomen : periksa adanya lesi yang mati rasa.
g.      Genetalia dan sekitarnya : epididimis akut, orkitis, atrofi.
h.      Muskoloskeletal :
-          kisimetrisan otot;
-          kelemahan otot dan tulang;
-          periksa adanya kelainan pada ekstrimitas dan kaki.
i.        Integument : kebersihan, kehangatan, warna, tekstus, turgor, kelembapan, observasi adanya kelainan kulit/lesi yang mati rasa.
j.        Nevrologis : terdapat kelainan-kelainan saraf.
-          Nervus durikularis magnus;
-          Nervus ulnaris : Anestesi dan paresis/paralysis otot tangan jari I, II, II dan sebagian jari IV ia rasakan nervus ulnaris dan nervus medianus menyebabkan jari tangan keriting (Claw fingers) tangan cakar (Claw hand);
-          Nervus radialis : tangan Lunglai (drowist);
-          Nervus tibialis posterior : mati rasa telapak kaki, jari kaki keriting (Claw toes);
-          Nervus facialis : lagoflaimus, mulut mencong;
-          Nervus trigeminus : anestesi kornea.
k.      Sensitifitas pada lesi :             dengan kapas, jarum, bulu ayam. (ada mati rasa/tidak)

B.     Diagnosa keperawatan
1.      Kerusakan intergritas kulit b.d adanya lesi
2.      Isolasi sosial b.d perubahan bentuk tubuh
3.      Gangguan konsep diri b.d perubahan penampilan fisik
C.     Intervensi

1.      Kerusakan Integritas kulit b.d adanya lesi
Kriteria hasil : Lesi tidak menyebarPasien merasa nyaman
Intervensi
·         Kaji/catat ukuran warna, kedalaman luka, perhatikan jaringan nekrotik dan kondisi  sekitar luka.
Rasional memberikan informasi dasar tentang kebutuhan penanaman kulit dan kemungkinan petunjuk tentang sirkulasi pada area graft.
Intervensi
·         berikan perawatan luka yang tepat dan tindakan control infeksi.
Rasional Menurunkan resiko infeksi
Intervensi
·         mengevaluasi keefektifan sirkulasi dan mengidentifikasi terjadinya komplikasi.
Rasional mengevaluasi warna sisi luka perhatikan ada atau tidak adanya penyembuhan
Intervensi
·         lakukan advis dokter untuk memberikan obat sesuai dosis
·         Rasional terapi dibutuhkan pasien dalam proses penyembuhan.
Intervensi
·         lakukan kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian nitrisi TKTP.
Rasional diet TKTP dapat membantu dalam proses pembentukan jaringan dan sel baru.
Intervensi
·         ajarkan pasien dan keluarga mengenai perawatan luka. serta cara mencegah penularan.
Rasional membantu mempermudah serta mengarahkan keluarga dan pasien dalam perawatan luka, juga dalam mencegah terjadinya penularan ke jaringan lain atau pada keluraga

2.      Isolasi sosial b.d perubahan bentuk tubuh
Kriteria Hasil
Menunjukkan peningkatan perasaan harga dir
Berpartisipasi dalam aktivitas/progam pada tingkat kemampuan
Intervensi
·         Tentukan presepsi pasien tentang situasi
Rasional Isolasi sebagian dapat mempengaruhi diri saat pasien takut penolakan atau reaksi orang lain
Intervensi
·         Berikan waktu untuk berbicara dengan pasien selama dan diantara aktivitas perawatan. Tetap memberi dukungan, mengusahakan verbalisasi. Perlakukan dengan penuh penghargaan dan menghormati perasan pasien.
Rasional Pasien mungkin akan mengalami isolasi fisik
Intervensi
·         Batasi atau  hindari penggunaan master, baju dan sarung tangan jika memungkinkan, misalnya jika berbicara dengan pasien
Rasional Mengurangi perasaan pasien akan isolasi fisik dan menciptakan hubungan sosial yang positif, yang dapat meningkatkan rasa percaya diri
Intervensi
·         Identifikasi sistem pendukung yang tersedia bagi pasien, termasuk adanya/hubungan dengan keluarga kecil dan besar
Rasional Jika pasien mendapatkan bantuan dari orang terdekat, perasaan kesepian dan ditolak akan berkurang

Intervensi
·         Dorong kunjungan terbuka, hubungan telepon dan aktivitas sosial dalam tingkat yang memungkinkan
Rasional Partisipasi orang lain dapat meningkatkan rasa kebersamaan
Intervensi
·         Dorong adanya  hubungan yang aktif dengan orang terdekat
Rasional Membantu memantapkan partisipasi pada hubungan sosial. Dapat mengurangi kemungkinan upaya bunuh diri
Intervensi
·         Kembangkan perencanaan tindakan dengan pasien
Rasional Memiliki rencana yang dapat meningkatkan kontrol terhadap kehidupan sendiri dan beri pasien sesuatu untuk memandang kedepan/melakukan penyelesain.
Intervensi
·         Rujuk pada sumber – sumber pelayanan sosial, konselor dan organisasi
Rasional.Adanya sistem pendukung yang dapat mengurangi perasaan terisolasi  

3.      Gangguan konsep diri B.d perubahan penampilan fisik
Kriteria hasil
Klien mengatakan dan menunjukan peneimaan atas penampilanNya.
Menunjukan keinginan dan kemampuan untuk melakukan perawatan diri.
Klien dapat mengidentifikasi aspek
Intervensi
·         Bina hubungan saling percaya antara perawat-klien.
Rasional Untuk menjalin rasa percaya.
Intervensi
·         Dorong klien untuk mengajukan pertanyaan mengenai masalah kesehatan, pengobatan, dan kemajuan pengobatan dan kemungkinan hasilnya.
Rasional  Agar pasien merasa ada harapan yang kuat untuk sembuhIntervensi
·         Dorong klien untuk menyatakan perasaannya, terutama tentang cara ia merasakan, berfikir dan memandang dirinya.
Rasional Supaya pasien tidak terbebani sendiri dengan keadaan yang dialaminya.
Intervensi
·         Hindari mengkritik.
Rasional  Agar pasien tidak minder sewaktu bersosialisasi.
Intervensi
·         Jaga privasi dan lingkungan individu
Rasional Agar pasien merasa nyaman.
Intervensi
·         Tingkatkan interaksi social klien.
Rasional Agar pasien merasa nyaman ketika berhubungan social dengan orang lain.
Intervensi
·         Berikan informasi yang dapat dipercaya dan kejelasan informasi.
Rasional  Agar klien mengerti tidakan untuk menanggulangi masalah kesehatanya.
Intervensi
·         Dorong klien dan keluarga untuk menerima keadaan.
Rasional Agar pasien merasa nyaman dan tidak terbebani karna masalah kesehatanya.




BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A.    Kesimpulan
Penyakit kusta ialah sebuah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Penyakit ini adalah tipe penyakit granulomatosa pada saraf tepi dan mukosa dari saluran pernapasan atas, dan lesi pada kulit adalah tanda yang bisa diamati dari luar. Bila tidak ditangani, kusta dapat sangat progresif, menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggota gerak, dan mata. Tidak seperti mitos yang beredar di masyarakat, kusta tidak menyebabkan pelepasan anggota tubuh yang begitu mudah.
B.     Saran
Penyusun menyadari bahwa masih terdapat banyak kesalahan dalam penyusunan makalah ini, oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi penyempurnaan mkalah ini.



DAFTAR PUSTAKA
hidayat2.wordpress.com/2009/05/26/askep-lepra
kuliah+keperawatan+kebidanan+asuhan+keperawatan+lepra
ads.masbuchin.com/search/askep%20lepra

Tidak ada komentar:

Posting Komentar