ASUHAN
KEPERAWATAN
PEMFIGUS
VULGARIS
I.
KONSEP DASAR
A.
PENGERTIAN
1.
Pemfigus berasal dari kata
Yunani pemphix yang berarti gelembung atau melepuh. Pemfigus menggambarkan
sekelompok penyakir bulosa kronis yang awalnya diseskripsian oleh Wichman tahun
1791. Pemfigus Vulgaris merupakan penyakit serius pada kulit yang ditandai
timbulnya bula (lepuh) dengan berbagai ukuran pada kulit yang tampak normal dan
membran mukosa (misalnya : mulut, vagina). (Arif Mutakin, 2011, hal:104).
2.
Pemfigus adalah kumpulan
penyakit kulit autoimun terbuka kronik, menyerang kulit dan membran mukosa yang
secara histologik ditandai dengan bula intra spidermal akibat proses
ukontolisis (pemisahan sel-sel intra sel) dan secara imunopatologi ditemukan
antibody terhadap komponen dermosom pada permukaan keratinosis jenis Ig G, baik
terikat mupun beredar dalam sirkulasi darah ( Djuanda 2001, hal :186)
3.
Pemfigus adalah penyakit
kulit yang ditandai dengan timbulnya sebaran gelembung secara berturut-turut
yang mengering dengan meninggalkan bercak-bercak berwarna gelap, dapat diiringi
dengan rasa gatal atau tidak dan umumnya mempengaruhi keadaan umum si
penderita. (Laksman, 1999, hal:261).
A.
ETIOLOGI
1.
Genetik
2.
Penyakit autoimun
3.
Obat-obatan (Penisilin dan
kaptopril)
4.
Sebagai penyakit penyerta
seperti neoplasma.
(Smeltzer dan Bare, 2002, hal:1879).
B.
PATOFISIOLOGI
Bukti yang ada menunjukan bahwa pemfigus
merupakan penyakit autoiun yang melibatkan IgG, suatu immunoglobin.
Diperkirakan bahwa antibodi pemfigus ditujukan langsung kepada antigen
permukaan sel yang spesifik dalam sel-sel epidermis. Bula terbentuk akibat reaksi
antigen-antibodi. Kadar antibodi dalam serum merupakan petunjuk untuk
memprediksikan intenstas penyakit. Faktor-faktor genetik dapat memainkan
peranan dalam perkembangan penyakit. Kelainan ini biasanya terjadi pada
laki-lak dan wanita usia pertengahan, serta akhir usia dewasa.
Komplikasi yang paling sering pada
pemfigus vulgaris terjadi ketika proses penyakit tersebut menyebar luas.
Sebelum ditemukan kortikosteroid dan terapi immunosupresif, pasien sangat
rentan terhadap infeksi bakteri sekunde. Bakteri kulit relatif mudah mencapai
bula karena bula mengalami perembesan cairan, pecah, dan meninggalkan
daerah-daerah terkelupas yang terbuka terhadap lingkungan.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit terjadi akibat kehilangan
cairan, serta protein ketika bula mengalami ruptur. Hipoalbuminema lazim
dijumpai kalau proses penyakitnya mencakup daerah permukaan kulit tubuh dan membran mukosa luas.
Adanya kerusakan jaringan kulit pada pemfigus vulgaris memberikan manifestasi
pada berbagai masalah keperawatan. (Arif Mutakin, 2011, hal:105).
MANIFESTASI KLINIK
1.
Pemfigus Vulgaris
a.
Kulit berlepuh, Ø 1-10 cm,
bula kendur, mudah pecah, nyeri pada kulit yang terkelupas, erosi
b.
Krusta bertahan lama,
hiperpigmentasi
c.
Tanda nikolsky ada
d.
Kelamin, mukosa mulut 60%
e.
Biasanya usia 30-60 tahun
f.
Bau specifik
2.
Pemfigus eritematosus
a.
Biasanya pada usia 60-70
tahun
b.
Lesi awal : daerah wajah,
kulit kepala, punggung, seluruh tubuh berupa bercak, eritematosa batas tegas (
seperti kupu-kupu pada wajah) , krusta sifatnya kronis residif
c.
Dinding bula kendur, mudah
pecah, erosif yang dikelilingi dasar eritematosa, krusta dan skuama krusta
basah, bau khas
d.
Tanda nikolsky ada
e.
Mukosa mulut terkena
3.
Pemfigus bullosa
a.
Biasanya usia 50-70 tahun
b.
Dinding bula tegang berisi
cairan jernih/ hemoragic diatas kulit yang tampak normal atau eritema
c.
Diameter bula bervariasi
d.
Lesi mulut / genitalis ( 20 –
40 %)
e.
Tidak ada tanda nikolsky
4.
Pemfigus vegetans
a.
pada usia lebih muda
dibandingkan dengan pemfigus vulgaris
b.
lesi awal dimukosa mulut
berbulan-bulan
c.
lesi kulit : lokasi inter
triginose, wajah, kepala, hidung, extremitas, selluruh tubuh berupa bula
kendur, mudah pecah, erosi vegetans, bau amis, hiperpigmentasi
d.
tanda nikolsky ada.
(Mansjoer,1999)
C.
KOMPLIKASI
1.
Secondary infection
Salah satunya mungkin disebabkan oleh sistemik
atau lokal pada kulit. Mungkin terjadi karena penggunaan immunosupresant dan
adanya multiple erosion. Infeksi cutaneus memperlambat penyembuhan luka dan
meningkatkan resiko timbulnya scar.
2.
Malignansi dari penggunaan
imunosupresif
Biasanya ditemukan pada pasien yang mendapat
terapi immunosupresif.
3.
Growth retardation
Ditemukan pada anak yang menggunakan
immunosupresan dan kortikosteroid.
4.
Supresi sumsum tulang
Dilaporkan pada pasien yang menerima
imunosupresant. Insiden leukemia dan lymphoma meningkat pada penggunaan
imunosupresif jangka lama.
5.
Osteoporosis
Terjadi dengan penggunaan kortikosteroid sistemik
Terjadi dengan penggunaan kortikosteroid sistemik
6.
Gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit
Erosi kulit yang luas, kehilangan cairan serta
protein ketika bulla mengalami rupture akan menyebabkan gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit. Kehilangan cairan dan natrium klorida ini merupakan
penyebab terbanyak gejala sistemik yang berkaitan dengan penyakit dan harus
diatasi dengan pemberian infuse larutan salin. Hipoalbuminemia lazim dijumpai
kalau proses mencapai kulit tubuh dan membrane mukosa yang luas. (Price, 2002).
D.
PENATALAKSANAAN
1.
Pemfigus vulgaris
a.
Umum
1)
Perbaiki keadaan umum
2)
Atasi keseimbangan cairan (
input atau output ), elektrolit, tanda-tanda vital
b.
Sistemik
1)
Kortikosteroid : Prednison
60-150 mg/hr ( tergantung berat ringannya penyakit
2)
Tapering off disesuaikan
dengan kondisi klinis dan kadar IgG dalam darah sampai dosis pemeliharaan
3)
Dapat dikombinasikan
kortikosteroid dan sitostatika (Azotlapin 1-3 mg/kg BB ) untuk sparing efek.
4)
Antibiotika bila ada infeksi
sekunder
5)
KCL 3x500 mg/ hari
6)
Anabolik ( Anabolene 1x1
tablet/ hari )
c.
Topikal
1)
Eksudatif
: kompres
2)
Darah erosif
: - Silver sulfadiazine
-
Krim antibiotik bila ada
infeksi
3)
Kortikosteroid lemah untuk
lesi yang tidah eksudatif
2.
Pemfigus eritematosus
a.
Umum
1)
Pengawasan keadaan umum,
tanda vital, input atau output cairan dan elektrolit
2)
Diet lunak, TKTP, rendah
garam
b.
Sistemik
1)
Kortikosteroid : prednison
60-100 mg/hr ( tergantung berat ringannya penyakit)
2)
Kombinasi kortikosteroid dan
azatioprin (1-2 mg/kg BB)
3)
Antibiotik : bila terdapat
infeksi sekunder
4)
Anabolene 1x1 tb/ hari
c.
Topikal
1)
Untuk lesi basah : kompres
2)
Untuk lesi erosif : mupirocin
3)
Untuk lesi berskuama :
kompres hidrokortison 2,5 %, lanalcin 10 %, vaselin albumin 100
3.
Pemfigus bulosa
a.
Umum
1)
Pengawasan keadaan umum,
tanda vital
2)
Diet TKTP
3)
Hindari infeksi sekunder
(K/P) infus untuk mengantisipasi gangguan cairan dan elektrolit
b.
Sistemik
1)
Prednison 40-80 mg/hr, bila
tampak perbaikan tapering off
2)
DDS (Diamino Diphenyl
Suffone) 200-300 mg/hari
3)
Dapat diberikan gabungan
prednison dengan imunosupresan lain
4)
Metrotaxate (MTX) 20-30 mg/
minggu interval 12 jam diberikan saat prednison dosis 400 mg
5)
Azatioprin 50-150 mg/hr
setelah 3-4 minggu kemudian dilakukan alternate day
6)
Anabolik bila ada infeksi
sekunder
7)
CTM 3x1 tablet sehari ( bila
gatal)
a.
Topikal
1)
Untuk lesi basah : kompres
rivanol
2)
Untuk lesi erosi kering :
kortikosteroid topikal
3)
Antibiotik topikal
4)
Bula besar : aspirasi
4.
Pemfigus vegetans
a.
Umum
1)
Pengawasan keadaan umum,
tanda vital, input output cairan dan elektrolit
2)
Diet lunak, TKTP, rendah
garam
b.
Sistemik
1)
Prednison 60-150 mg/hr,
tapering off sesuai dengan kondisi klinis sampai dosis pemeliharaan
2)
Antibiotik bila ada infeksi
sekunder
3)
Alternate dapseon 100-200
mg/hari
4)
KCL 2x500 mg (k/p)
5)
Anabolik (anabolene 1x1
tablet sehari)
c.
Topikal
1)
Betadine gargle untuk kumur
2)
Bibir kenalog in arabase
3)
Garamicin krim atau fucidine
krim 2xsehari untuk daerah erosif
4)
Untuk krusta : kompres salep
antibiotik
5)
Larutan PK sebanyak 1%
yang dilarutkan dalam air mandi
(Smelltzer, 2002, hal: 188).
E.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemfigus vulgaris biasanya terjadi pada usia
lanjut dan disertai dengan keadaan umum yang lemah. Selain itu diagnosis dapat
ditegakkan berdasarkan:
1.
Gambaran klinis yang khas dan
tanda dari nikolsky positip
2.
Tes tzanck positip. Pemeriksaan cairan dari bulla (melepuh) untuk mencari sel tzanck dengan
membuat apusan dari dasar bula dan dicat dengan giemsa, akan terlihat sel
tzanck atau sel akantolitik yang berasal dari spinosum berbentuk agak bulat dan
berinti besar dengan dikelilingi sitoplasma jernih (halo).
3.
Pemeriksaan histopatogenik:
terlihat gambar yang khas, yaitu bula yang terletak suprabasal dan adanya
akontolisis.
4.
Pemeriksaan imunofluorensi.
a.
Immunofluorescen langsung
Menunjukan endapan antibodi IgG, C3, di substansi
interselluler epidermis
b.
Immunofluorescen tidak
langsung Serum : dideteksi sirkulasi antibodi IgG interseluler, terdapat pada
80-90% penderita.
(Harahap, 2000, hal : 136)
II.
KONSEP ASUHAN
KEPERAWATAN
B.PENGKAJIAN FOKUS
1.
Biodata
Umur : biasanya pada usia pertengahan sampai
dewasa muda
2.
Riwayat kesehatan
Keluhan utama : nyeri karena adanya pembentukan
bula dan erosi
3.
Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat alergi obat, riwayat penyakit keganasan (neoplasma ), riwayat penyakit
lain, Riwayat hipertensi
4.
Pola kesehatan fungsional
Gordon yang terkait
a.
Pola Nutrisi dan Metabolik
Kehilangan cairan dan elektrolit akibat kehilangan
cairan dan protein ketika bula mengalami ruptur
b.
Pola persepsi sensori dan
kognitif
Nyeri akibat pembentukan bula dan erosi
c.
Pola hubungan dengan orang
lain
Terjadinya perubahan dalam berhubungan dengan
orang lain karena adanya bula atau bekas pecahan bula yang meninggalkan erosi
yang lebar
d.
Pola persepsi dan konsep diri
Terjadinya gangguan body image karena adanya bula/
bula pecah meninggalkan erosi yang lebar serta bau yang menusuk
5.
Pemeriksaan Fisik
a.
Keadaan Umum : Baik
b.
Tingkat kesadaran :
Composmentis
c.
Tanda – tanda vital :
1)
TD
: Dapat meningkat/ menurun
2)
N
: Dapat meningkat/ menurun
3)
RR
: Dapat meningkat/ menurun
4)
S
: Dapat meningkat/ menurun
d.
Kepala
: Kadang
ditemukan bula
e.
Dada
: Kadang ditemukan bula
f.
Punggung
: Kadang ditemukan bula dan luka dekubitus
g.
Ekstremitas
: Kadang ditemukan bula dan luka dekubitus
6.
Pemeriksaan penunjang
a.
Klinis anamnesis dan
pemeriksaan kulit : ditemukan bula
b.
Laborat darah
: hipoalbumin
c.
Biopsi
kulit :
mengetahui kemungkinan maligna
d.
Test imunofluorssen :
didapat penurunan imunoglobulin
(Harnowo, 2002, hal: 29)
C.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Resiko tinggi
ketidakseimbangan cairan dan elektolit b.d hilangnya cairan pada jaringan,
penurunan intake cairan, pengeluaran cairan berlebih dengan peningkatan
terbentuknya bula dan ruptur bula.
2.
Resiko tinggi infeksi b.d
penurunan imunitas, adanya port de entree pada lesi.
3.
Nyeri b.d kerusakan jaringan
lunak erosi jaringan lunak.
4.
Kerusakan integritas kulit
b.d lesi dan raksi inflamasi lokal.
5.
Defisit perawatan diri b.d
kelemahan fisik, penurunan kemampuan aktivitas umum sekunder dari adanya nyeri,
kerusakan luas kulit.
6.
Kecemasan b.d kondisi
penyakit, kerusakan luas pada jaringan kulit.
D.
INTERVENSI
Resiko tinggi ketidakseimbangan cairan
dan elektolit b.d hilangnya cairan pada jaringan, penurunan intake cairan,
pengeluaran cairan berlebih dengan peningkatan terbentuknya bula dan ruptur
bula.
|
|
Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam tidak terjadi syok
hipovolemik.
Kriteria evaluasi :
-
Tidak terdapat tanda-tanda
syok : pasien tidak mengeluh pusing, TTV dalam batas normal, kesadaran
optimal, urine >600 ml/hari.
-
Membran mukosa lembab,
turgor kulit normal, CRT >3detik.
-
Laboratorium : nilai
elektrolit normal, nilai hematokrit dan protein serum meningkat, BUN/
kreatinin meurun.
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Intervensi pemenuhan cairan :
·
Identifikasi faktor
penyebab, awitan (onset), spesifikasi usia dan adanya riwayat penyakit lain.
·
Kolaborasi skor dehidrasi
0-2 : dehidrasi ringan, 3-6 : dehidrasi
sedang, >7 : dehidrasi berat
(skor Maurice King)
·
Lakukan dehidrasi oral
1.
Beri cairan secara oral
2.
Jelaskan tentang dehidrasi
oral
3.
Berikan cairan oral sedikit
demi sedikit
·
Lakukan pemasangan intravenus
fluid drops (IVFD)
·
Dokumentasi dengan akurat
tentang input output cairan
·
Bantu pasien apabila muntah
|
Parameter dalam menentukan intervensi
kedaruratan. Adanya usia anak atau lanjut usia memberikan tingkat keparahan
dari kondisi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
Menentukan jumlah cairan yang akan diberikan
sesuai derajat dehidrasi dari
individu (2,5-5% : derajat ringan; 5-10% : derajat sedang; >10% : derajat
berat).
Pemberian cairan oral dapat diberikan apabila
tingkat toleransi pasien masih baik.
WHO memberikan rekomendasi tentang cairan oral
yang berisikan 90 mEq/L Na+, 20 mEq/L K+, 80 mEq/L Cl,
20 g/L glukosa; osmolaritas 310; CHO:Na = 1,2:1; diberikan 250 mL setiap 15
menit sampai keseimbangan cairan terpenuhi dengan tanda klinik yang optimal
atau pemberian 1 1/2 liter air pada setiap 1 liter
feses (Diskin,2009).
Penting perawat disampaikan pada pasien dan
keluarga bahwa dehidraasi oral tidak menurunkan durasi dan volume diare.
Pembrian cairan oral sedikit demi sedikit untuk
mencegah terjadinya muntah apabila diberikan secara stimultan.
Apabila kondisi diare dan muntah berlanjut, maka
lakukan pemasangan IVFD. Pemberian cairan intravena disesuaikan dengan
derajat dehidrasi.
Pemberian 1-2 L cairan RL secara tetesan cepat
sebagai kompensasi awal hidrasi cairan diberikan untuk mencegah syok
hipovolemik (lihat intervensi kedaruratan syok hipovolemik).
Sebagai evaluasi penting dari intervensi hidrasi
dan mencegah terjadinya over hidrasi.
Aspirasi muntah dapat terjadi terutama pada usia
lanjut dengan perubahan kesadaran. Perawat mendekatkan tempat muntah dan
memberikan masase ringan pada pundak untuk membantu menurunkan respons nyeri
dari muntah
|
Intervensi pada penurunan kadar elektrolit :
·
Evaluasi kadar elektrolit
serum.
·
Dokumentasi perubahan
klinik dan laporkan dengan tim medis
·
Anjurkan pasien untuk minum
dan makan makanan yang banyak mengandung natrium seperti susu, telur, daging
, dsb.
·
Monitor khusus
ketidakseimbangan elektrolit pada lansia
|
Untuk mendeteksi adanya kondisi hiponatremi dan
hipokalemi sekunder dari hilangnya elektrolit dari plasma.
Perubahan klinik seperti penurunan output urine
secara akut perlu diberitahu tim medis untuk mendapatkan intervensi
selanjutnya dan menurunkan risiko terjadinya asidosis metabolik.
Pemberian cairan dan makanan tinggi natrium
dilakukan sesuai dengan tingkat toleransi. Meskipun kekurangan natrium
menyebabkan gejala serius yang perlu pemberian intravenus segera, pasien
dianjurkan juga untuk mencoba intake natrium peroral dan hindari pembatasan
garam.
Individu lansia dapat dengan cepat mengalami
dehidrasi dan menderita kadar kalium rendah (hipokalemia) sebagai akibat dari
ruptur bulla. Individu lansia yang menggunakan digitalis harus waspada
terhadap cepatnya dehidrasi dan hipokalemia pada penurunan cairan pada
pemfigus. Individu ini juga dintruksikan untuk mengenali tanda-tanda hipokalemia
karena kadar kalium rendah dapat memperberat kerja digitalis yang dapat
menimbulkan toksisitas digitalis.
|
Resiko tinggi infeksi b.d penurunan
imunitas, adanya port de entree pada lesi.
|
|
Tujuan : Dalam waktu 7 x 24 jam tidak terjadi infeksi,
terjadi perbaikan pada integritas jaringan lunak.
Kriteria evaluasi :
-
Lesi akan menutup pada hari
ke 7 tanpa adanya tanda-tanda infeksi dan peradangan pada area lesi.
-
Leukosit dalam btas normal,
TTV dalam batas normal.
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji kondisi lesi, banyak dan besarnya bula,
serta apakah adanya order khusus dari tim dokter dalam melakukan perawatan
luka.
|
Mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari
tujuan yang diharapkan.
|
Buat kondisi balutan dalam keadaan bersih dan
kering.
|
Kondisi bersih dan kering akan menghindari
kontaminasi komensal, serta akan menyebabkan respons inflamasi lokal dan akan
memperlambat penyembuhan luka.
|
Lakukan perawatan luka :
·
Lakukan perawatan luka
steril setiap hari.
·
Bersihkan luka dan drainase
dengan cairan Nacl 0,9% atau antiseptik jenis iodine providum dengan cara swabbing
dari arah dalam ke luar.
·
Bersihkan bekas sisa iodine
providum dengan normal saline dengan cara swabbing dari arah dalam
keluar.
·
Tutup luka dengan kassa
steril dan jangan menggunakan dengan plester adhesif
|
Perawatan luka sebaiknya dilakukan setiap hari
untuk membersihkan debris dan menurunkan kontak kuman masuk kedalam lesi.
Intervensi dilakukan dalam kondisi steril sehingga mencegah kontaminasi kuman
ke lesi pemfigus.
Pembersihan debris (sisa fagosit, jaringan ati)
dan kuman sekitar luka dengan mengoptimalkan kelebihan dari iodine providum
sebagai antisepti dengan arah dari dalam keluar dapat mencegah kontaminasi
kuman ke jaringan luka.
Antiseptik iodine providum mempunyai kelemahan
dalam menurunkan pro epitelisasi jaringan sehingga memperlambat pertumbuhan
luka, maka harus dibersihkan dengan alkohol atau normal saline.
Penutupan secara menyeluruh dapat menghindari
kontaminasi dari benda atau udara yang bersentuhan dengan lesi pemfigus.
|
Kolaborasi penggunaan anibiotik
|
Anibiotik injeksi diberikan untuk mencegah
aktivasi kuman yang bisa masuk. Peran perawat mengkaji adanya reaksi
dan riwayat alergi antibiotik, serta memberikan antibiotik sesuai pesanan
dokter.
|
Nyeri b.d kerusakan jaringan lunak erosi
jaringan lunak.
|
|
Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam nyeri berkurang/ hilang
atau teradaptasi
Kriteria evaluasi :
-
Secara subjektif melaporkn
nyeri berkurang atau dapat diadaptasi. Skala nyeri 0-1 (0-4)
-
Dapat mengidentifikasi
aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri.
-
Pasien tidak gelisah.
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji pendekatan PQRST
|
Menjadi parameter dasar untuk mengetahui sejauh
mana intervensi yang diperlukan dan sebagai evaluasi keberhasilan dari
intervensi manajemen nyeri keperawatan
|
Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan pereda
nyeri nonfarmakologi dan noninvasif.
|
Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan
nonfarmakologi lainnya telah menunjukan keefektifan dalam mengurangi nyeri.
|
Lakukan manajemen nyeri keperawatan :
·
Atur posisi fisiologis.
·
Lakukan perawatan higiene
oral.
·
Istirahatkan klien
·
Bila perlu premedikasi
sebelum melakukan perawatan luka.
·
Manajemen lingkungan :
lingkungan tenang dan batasi pengunjung.
·
Ajarkan teknik relaksasi
pernafasan dalam.
·
Ajarkan teknik distraksi
pada saat nyeri.
·
Lakukan manajemen sentuhan
|
Akan meningkatan asupan O2 ke
jaringan yang mengalami peradangan subkutan. Pengaturan posisi idealnya
adalah pada arah yang berlawanan dengan letak lesi pemfigus.
Bagian tubuh yang mengalami inflamasi lkal
dilakukan imobilisasi untuk menurunkan respons peradangan dan meningkatkan
kesembuhan.
Keseluruhan rongga mulut pasien dapat terkena
erosi dan permukaan terbuka. Jaringan nekrotik dapat terbentuk didaerah ini
sehingga menambah penderitaan pasien dan mengganggu asupan makanan. Penurunan
berat badan dan hipoproteinemia dapat terjadi. Perawatan higiene oral yang
teliti sangat penting untuk menjaga agar mukosa pral tetap bersih dan
memungkinkan terjadina regenerasi epitel. Kumur mulut yang sering harus
dilakukan untuk membersihkan mulut dari debris dan menguragi nyeri didaerah
ulerasi. Obat kumur mulut yang dijual bebas harus dihindari. Bibir dijaga
agar tetap basah dengan cara mengoleskan lanolin, vaselin, atau pelembab
bibir.
Istirahat diperlukan selama fase akut. Kondisi
ini akan meningkatkan suplai darah pada jaringan yang mengalami peradangan.
Kompres yang basah dan sejuk atau terapi
rendaman merupakan tindakan protektif yang dapat mengurangi rasa nyeri.
Pasien dengan lesi yang luas dan nyeri harus mendapatkan premedikasi terlebih
dahulu dengan preparat analgesik sebelum perawatan kulitnya mulai dilakukan.
Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri
eksternal dan pembatasan pengunjung akan membantu meningkatkan kondisi O2
ruangan yang akan berkurang apabila banyak pengunjung yang berada diruangan.
Meningkatkan asupan O2 sehingga
menurunkan nyeri sekunder dari peradangan.
Distraksi dapat menurunkan stmulus internal
dengan mekanisme peningkatan produksi endorfin dan enkefalin yang memblok
reseptor nyeri untuk tidak dikirmkan ke korteks serebri sehingga menurunkan
presepsi nyeri.
Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa
sentuhan dukungan psikologis dapat membantu menurunkan nyeri.
Masase ringan dapat meningkatkan aliran darah
dan dengan otomatis membantu suplai darah dan oksigen ke area nyeri, serta
menurunkan sensasi nyeri.
|
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian
analgetik.
|
Analgetik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri
akan berkurang.
|
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian
analgetik.
|
Terapi antibiotik sistemik yang dipilih
berdasarkan pemeriksaan sensitivitas umumnya diperlukan. Preparat oral
penisilin dan eritromisin juga efektif untuk mengatasi selulitis
|
Kerusakan integritas jaringan kulit b.d
nekrosis local sekunder dari akumulasi pus pada jaringan folikel rambut
|
|
Tujuan: Dalam 5 x 24 jam integritas kulit
membaik secara optimal.
Kriteria evaluasi:
Pertumbuhan jaringan meningkat, keadaan luka
membaik, pengeluaran pus pada luka tidak ada lagi, luka menutup.
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji kerusakan jaringan lunak yang terjadi pada
klien.
|
Menjadi data dasar untuk memberikan informasi
intervensi perawatan luka, alat apa yang akan dipakai, dan jenis larutan apa
yang akan digunakan.
|
Lakukan perawatan bula.
|
Pasien dengan daerah bula yang luas memiliki bau
yang khas yang akan berkurang setelah infeksi sekunder terkendali. Sesudah
kulit pasien dimandikan, kulit tersebut dikeringkan dengan hati-hati dan
ditaburi bedak yang tidak iritatif agar pasien dapat bergerak lebih bebas
ditempat tidurnya. Jumlah bedak yang cukup banyak mungkin diperlukan untuk
menjaga agar kulit pasien tidak lengket pada seprei. Plester sama sekali
tidak boleh digunakan pada kulit karena dapat menimbulkan lebih banyak bullae
. hipotermi sering terjadi dan tindakan untuk menjaga agar pasien tetap hangat
serta nyaman merupakan prioritas dalam aktivitas keperawatan.
|
Lakukan perawatan luka:
·
Lakukan perawatan luka
dengan teknik steril.
·
Kaji keadaan luka dengan
teknik membuka balutan dengan mengurangi stimulus nyeri. Bila melekat kuat, kasa
diguyur dengan NaCl.
·
Lakukan pembilasan luka
dari arah dalam keluar dengan cairan NaCl.
·
Tutup luka dengan kasa
antimikroba steril dan dikompres dengan NaCl.
·
Lakukan nekrotomi.
|
Perawatan luka dengan teknik steril dapat mengurangi
kontaminasi kuman langsung ke area luka.
Manajemen membuka luka dengan mengguyur larutan
NaCl ke kasa dapat mengurangi stimulus nyeri.
Teknik membuang jaringan dan kuman di area luka
dan diharapkan keluar dari area luka.
NaCl merupakan larutan fisiologis yang lebih
mudah diabsorpsi oleh jaringan dibandingkan dengan larutan antiseptic, serta
dengan dicampur antibiotic dapat mempercepat penyembuhan luka.
Jaringan nekrotik pada luka furunkel akan
memperlambat proses epitelisasi jaringan luka sehingga memperlambat perbaikan
jaringan.
|
Tingkatkan asupan nutrisi.
|
Diet TKTP diperlukan untuk meningkatkan asupan
dari kebutuhan jaringan.
|
Evaluasi kerusakan jaringan dan perkembangan
pertumbuhan jaringan.
|
Apabila masih belum mencapai dari kriteria
evaluasi 15x24jam, maka perlu dikaji ulang factor-faktor yang dapat
menghambat pertumbuhan luka
|
Defisit perawatan diri b.d kelemahan
fisik, penurunan kemampuan aktivitas umum efek sekunder dari adanya nyeri,
kerusakan luas kulit
|
|
Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam kemampuan
perawatan diri klien meningkat.
Kriteria evaluasi:
-
Pelaksanaan intervensi
perawatan diri dilakukan setelah fase akut.
-
Tidak terjadi komplikasi
sekunder, seperti kejang dan peningkatan agitasi.
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji perubahan pada sistem saraf pusat.
|
Identifikasi terhadap kondisi penurunan tingkat
kesadaran.
|
Tinggikan sedikit kepala pasien dengan
hati-hati. Cegah gerakan yang tiba-tiba dan tidak perlu dari kepala dan
leher, hindari fleksi leher.
|
Untuk mengurangi tekanan intrakranial.
|
Bantu seluruh aktivitas dan gerakan-gerakan
pasien. Beri petunjuk untuk BAB (jangan enema). Anjurkan pasien untuk
menghembuskan napas dalam bila miring dan bergerak di tempat tidur. Cegah
posisi fleksi pada dan lutut.
|
Untuk mencegah keregangan otot yang dapat
menimbulkan resiko peningkatan stimulus nikotinik-muskarinik pada system
saraf pusat.
|
Waktu prosedur-prosedur perawatan disesuaikan
dan diatur tepat waktu dengan periode relaksasi; hindari rangsangan
lingkungan yang tidak perlu.
|
Untuk mencegah eksitasi yang merangsang otak
yang sudah iritasi dan dapat menimbulkan kejang.
|
Beri penjelasan kepada keadaan lingkungan pada
pasien.
|
Untuk mengurangi disorientasi dan untuk
klasifikasi persepsi sensoris yang terganggu.
|
Kecemasan b.d kondisi penyakit,
kerusakan luas pada jaringan kulit.
|
|
Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam kecemasan pasien
berkurang.
Kriteria evaluasi:
-
Pasien menyatakan kecemasan
berkurang
-
Pasien mengenal perasaannya
dan dapat mengidentifikasi penyebab atau faktor yang memengaruhinya
-
Pasien kooperatif terhadap
tindakan, wajah rileks.
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji tanda verbal dan nonverbal kecemasan,
dampingi pasien dan lakukan tindakan bila menunjukkan perilaku merusak.
|
Reaksi verbal/nonverbal dapat menunjukkan rasa
agitasi, marah, dan gelisah.
|
Hindari konfrontasi.
|
Konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah,
menurunkan kerjasama, dan mungkin memeperlambat penyembuhan.
|
Mulai melakukan tindakan untuk mengurangi
kecemasan. Beri lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat.
|
Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak
perlu.
|
Bina hubungan saling percaya.
|
Hal yang kritis dalam penatalaksanaan
keperawatan pasien pemfigus adalah terciptanya hubungan saling percaya antara
pasien dan perawat. Hal ini mencakup cara perawat mendengarkan, berinteraksi,
dan memperlihatkan sikap yang hangat, serta penuh perhatian. Pasien memiliki
keprihatinan yang dapat dibenarkan dan keprihatinan ini dapat dikurangi
apabila tim kesehatan menunjukkan reaksi yang tepat. Pasien harus didorong
untuk mengekspresikan perasaan cemas, gangguan kenyamanan, dan perasaan
keputusasaannya secara bebas. Semua ini diperlukan agar upaya untuk
menenteramkan perasaan perasaan pasien terlaksana paling efektif.
Perhatian kepada kebutuhan psikologis pasien
menuntut kehadiran perawat saat diperlukan, pemberian pelayanan keperawatan
yang profesional dan pelaksanaan penyuluhan bagi psien beserta keluarganya.
|
Orientasikan pasien terhadap prosedur rutin dan
aktivitas yang diharapkan.
|
Orientasi dapat menurunkan kecemasan.
|
Beri kesempatan kepada pasien untuk
mengungkapkan ansietasnya.
|
Dapat menghilangkan ketegangan terhadap
kekhawatiran yang tidak diekspresi.
|
Berikan privasi untuk pasien dan orang terdekat.
|
Memberi waktu untuk mengekpresikan perasaan,
menghilangkan cemas dan perilaku adaptasi.
Adanya keluarga dan teman-teman yang dipilih
pasien melayani aktivitas dan pengalihan (misalnya membaca) akan menurunkan
perasaan terisolasi.
Pengaturan agar anggota keuarga dan setiap teman
dekatnya untuk lebih banyak mencurahkan waktu mereka bersama pasien karena
dapat menjadi upaya yang bersifat suportif.
|
Kolaborasi:
-
Berikan anticemas sesuai
indikasi contohnya diazepam.
|
Meningkatkan relaksasi dan menurunkan kecemasan.
|
(Arif Mutakin, 2011, hal.107).
E.
EVALUASI
1.
Tidak terjadi syok
hipovolemik.
2.
Tidak terjadi infeksi.
3.
Terjadi penurunan respons
nyeri.
4.
Peningkatan integritas
jaringan kulit.
5.
Perawatan aktivitas dapat
terlaksana.
6.
Tingkat kecemasan berkurang.
(Arif Mutakin, 2011, hal.111).
DAFTAR PUSTAKA
Mutakin, Arif. 2011. Asuhan Keperawatan
Gangguan Sistem Integumen. Jakarta : Salemba Medika
Mansjoer, Arif, Dkk. 1999. Kapita Selekta
Kedokteran. Jakarta: Medikal Aesculapis
Sylvia, A. Price. 2002. Rencana Asuhan
Keperawatan. Edisi 3. EGC : Jakarta.
Harahap, Marwali. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokretes.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar