BAB I
PENDAHULUAN
A.
PENGERTIAN
Tifus Abdominalis (demam
tifoid enteric fever)
adalah penyakit
infeksi
akut
yang besarnya tedapat pada saluran
pencernaan
dengan gejala
demam yang lebih dari satu minggu, gangguan
pada saluran
pencernaan dan gangguan kesadaran.
Ibu hamil merupakan kelompok risiko
untuk infeksi tifoid, yang disebabkan Salmonella typhi,. Transmisi tifoid
berkembang pesat pada daerah dengan kondisi sanitasi yang buruk, komplikasi
tifoid tergolong berat dan fatal. Demam tifoid merupakan infeksi sistemik yang
mengakibatkan gejala khas : demam, nyeri kepala, nyeri perut, nyeri otot, mual
muntah, anoreksia, obstipasi/ diare, dan penurunan kesadaran.
Dalam hubungan dengan dengan
kehamilan, tidak dilaporkan bahwa kehamilan akan memperberat perjalanan
penyakit demam tifoid. Demam tifoid dapat mengakibatkan komplikasi peningkatan
risiko abortus/partus prematurus. Pada umumnya, risiko berakhirnya kehamilan
pada ibu yang terserang demam tifoid semakin tinggi bila infeksi terjadi saat
kehamilan berusia muda.
Transmisi kuman Salmonela
typhi terjadi melalui oral, kontaminasi makanan/minuman dengan kuman
tersebut. Penyakit ini mengakibatkan gejala demam, yang naik bertahap (tidak
mendadak tinggi, seperti kebanyakan infeksi virus). Keluhan perut umumnya
selalu ada, dapat berupa diare, nyeri, atau konstipasi. Lidah tampak kotor,
tremor, dengan tepi hiperemis. Nadi dapat memperlihatkan bradikardi relatif,
dengan nadi per menit yang tidak sesuai (terlalu lambat) dibandingkan suhu
badan yang tinggi. Laboratorium didapatkan lekopenia dan trombositopenia (tidak
seberat trombositopenia pada DBD).
Typus abdominalis dalam kehamilan, dan nifas menunjukan angka kematian
yanglebih tinggi dari pada di luar kehamilan. Penyakit ini mempunyai pengaruh
buruk terhadapkehamilan. Dalam 60-80 % hasil konsepsi keluar secara spontan : lebih dini terjadinya
infeksidalam kehamilan, lebih besar kemungkinan berakhirnya kehamilan.
Pengobatan dengan kloramfenikol atau tiamfenikol (Urfamycin) biasanya
cukupmanjur. Waktu ada wabah, semua wanita hamil perlu diberi vaksinasi.
Walaupun kuman-kuman tufus abdominalis tidak di keluarkan melalui air susu,
namun sebaiknya penderitatidak menyusui bayinya karena keadaan umum ibu
biasanya tidak mengizinkan, dan karenakemungkinan penuluaran oleh ibu melalui
jalan lain tetap ada. Tifus abdominalis tidak merupakan indikasi bagi
abortus buatan
B.
ETIOLOGI
Tyfus
abdominalis disebabkan oleh salmonella typhosa, basil gram negatif, bergerak
dengan bulu getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurngnya 3 macam antigen
yaitu antigen O (somatic terdiri dari zat komplek lipopolisakarida), antigen H
(flagella) dan antigen Vi. Dalam serum penderita terdapat zat anti (glutanin) terhadap
ketiga macam antigen tersebut.
Penyakit
ini dapat mengganggu kesehatan ibu dan janin. Demam tifoid dapat menyebabkan
abortus dan partus prematurus (60-80%).
C.
PATOFISIOLOGI
Kuman salmonella typhosa masuk kedalam
saluran cerna, bersama makanan dan minuman, sabagian besar akan mati oleh asam
lambung HCL dan sebagian ada yang lolos (hidup), kemudian kuman masuk kedalam
usus (plag payer) dan mengeluarkan endotoksin sehingga menyebabkan bakterimia
primer dan mengakibatkan perdangan setempat, kemudian kuman melalui pembuluh
darah limfe akan menuju ke organ RES terutama pada organ hati dan limfe.
Di
organ RES ini sebagian kuman akan difagosif dan sebagian yang tidak difagosif
akan berkembang biak dan akan masuk pembuluh darah sehingga menyebar ke organ
lain, terutama usus halus sehingga menyebabkan peradangan yang mengakibatkan
malabsorbsi nutrien dan hiperperistaltik usus sehingga terjadi diare. Pada
hipotalamus akan menekan termoregulasi yang mengakibatkan demam remiten dan
terjadi hipermetabolisme tubuh akibatnya tubuh menjadi mudah lelah.
Selain
itu endotoksin yang masuk kepembuluh darah kapiler menyebabkan roseola pada
kulit dan lidah hipermi. Pada hati dan limpa akan terjadi hepatospleno megali.
Konstipasi bisa terjadi menyebabkan komplikasi intestinal (perdarahan usus,
perfarasi, peritonitis) dan ekstra intestinal (pnemonia, meningitis,
kolesistitis, neuropsikratrik).
D.
MANIFESTASI
KLINIK
Tanda dan gejala Demam Pada minggu pertama demam berangsur naik berlangsung pada 3 minggu pertama
.pada minggu ke 3 suhu berangsur-angsur turun dan kembali normal. Demam
tidak hilang dengan pemberian antiseptic, tidak menggigil dan tidak
berkeringat. Kadang pasiendisertai epitaksis.
Ø Gangguan pada saluran pencernaan:
a.
Halitosis
b.
Bibir kering
c.
Lidah kotor
berselaput putih dan pinggirannya hiperemesis
d.
Perut agak
kembung
e.
Mual
f.
Splenomegali
disertai nyeri pada perabaan
g.
Pada permulaan
umumnya terjadi diare
h.
Kemudian
menjadi obstipasi
Ø Gangguan kesadaran:
a.
Kesadaran
menurun ringan sampai berat.
b.
Umumnya apatis
c.
Bradikardi
relative
d.
Umumnya tiap
kenaikan 1celcius di ikuti penambahan denyut nadi 10-15 kali permenit.
Penderita mulai cepat lelah,
malas, sakit kepala, rasa tidak enak di perut, nyeri seluruhtubuh, hal tersebut
dirasakan antara 10-14 hari.
E.
KOMPLIKASI
Dapat terjadi pada:
1. Usus
halus
Umumnya jarang terjadi, akan tetapi
sering fatal yaitu:
a.
Perdarahan usus bila sedikit hanya ditemukan jika
dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Bila perdarahan banyak terjadi
melena dan bila berat dapat disertai perasaan nyari perut dengan tanda-tanda
rejatan
b.
Perforasi usus
c.
Peritonitis ditemukan gejala abdomen akut yaitu: nyeri
perut yang hebat, diding abdomen dan nyeri pada tekanan
2.
Diluar anus
Terjadi karena lokalisasi
peradangan akibat sepsis (bakterimia) yaitu meningitis, kolesistitis, ensefelopati.
Terjadi karena infeksi sekunder yaitu bronkopneumonia
F.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Untuk memastikan diagnosis perlu dilakukan
pemeriksaan laboratorium antara lain sebagai berikut:
a.
Pemeriksaan darah tepi
b.
Pemeriksaan sumsum tulang
c.
Biakan empedu untuk menemukan salmonella thyposa
d.
Pemeriksaan widal digunakan untuk membuat diagnosis
tifus abdominalis yang pasti
G. PENATALAKSANAAN
1.
Lakukan
rehidrasi akibat demam, muntah atau diare.
2.
Demam
dapt diatasi dengan parasetamol 500mg setiap 4-6 jam, kurangi dosis antipiretik
apabila suhu tubuh kembali normal.
3.
Isolasi
kuman penyebab(untuk diagnosis pasti) dan lakukan pemeriksaan serologis secara
terjadwal.
4.
Terapi
antibiotika untuk demam tifoid adalah :
-
Kloramfenikol
4 x 500 mg (oral) per hari hingga 305 hari bebas demam
-
Tiamfenikol
4 x 500 mg (oral) hingga 3-5 hari bebas demam
-
Ampisilin
4 x 500-1000 mg hingga 3-5 hari bebas demam
-
Walaupun
golongan kinolon cukup efektif tetapi tidak dianjurkan untuk ibu hamil. Pilih
antibiotika generasi baru yang tidak menekan eritropoesis
5.
Lakukan
kompres pada tubuh apabila terjadi hiperpireksia
6.
Lakukan
pemantauan perkembangan kehamilan dan pertumbuhan janin
7.
Hindarkan
transmisi lanjutan.
8.
Konseling
tentang demam tifoid dan pengaruhnya terhadap kesehatan ibu, kehamilan
dan janin.
9.
Ibu
dengan demam tifoid sebaiknya mempertimbangkan risiko dan keuntungan
untuk memberikan laktasi atau merawat sendiri bayi yang baru dilahirkan.
Meskipun basil tifus tidak mencapai ais susu ibu, tetapi ibu sakit berat dan
dapat menularkannya, maka bayi segera dipisahkan dari ibu setelah lahir.
Vaksinasi tifoid dilakukan pada ibu hamil dan tidak membahayakan janin yang
dikandungnya
Bila terdapat komplikasi harus diberikan terapi yang
sesuai.
Pengobatan demam tifoid pada wanita hamil adalah:
-
Tidak semua obat antimikroba yang
biasanya digunakan untuk pengobatan demam tifoid dapat diberikan pada wanita
hamil. Kloramfenikol tidak boleh diberikan pada trimester ketiga kehamilan,
karena dapat menyebabkan partus prematur, kematian fetus intrauterin dan grey
syndrome pada neonatus.
-
Tiamfenikol tidak dianjurkan untuk
digunakan pada trimester pertama kehamilan, karena kemungkinan efek teratogenik
terhadap fetus pada manusia belum dapat disingkirkan. Pada kehamilan yang lebih
lanjut, tiamfenikol dapat diberikan.
-
Ampisilin, amoksisilin dan sefalosporin
generasi ketiga aman untuk wanita hamil dan fetus, kecuali bila pasien
hipersensitif terhadap obat tersebut.
Ko-trimoksazol dan
fluorokinolon tidak boleh diberikan pada wanita ha
BAB II
ASUHAN
KEPERAWATAN
A.
PENGKAJIAN
KEPERAWATAN
1. Identitas pasien
-
Nama,
umur
-
Jenis
kelamin
-
Pendidkan
-
Pekerjaan
-
Status
perkawinan
-
Alamat,
dan lain-lain.
2. Data
Subjektif
a. Riwayat
penyakit; kapan penyakit itu timbul.
b. Usia
penderita.
c. Adakah
perasaan mual-mual, muntah atau sakit kepala.
d. Bagaimana
pola eliminasi.
3. DATA
OBJEKTIF
a. Demam
selama masa inkubasi ± 2 minggu.
-
Minggu pertama suhu langsung naik dan
febris yang bersifat remitten yang berlansung pagi dan malam hari.
-
Minggu I dan II panas terus meningkat
disebabkan oleh febris kontinuitas.
b. Bibir
kering dan pecah-pecah, lidah kotor
berselaput putih, hiperemis.
-
Perut kembung, nyeri tekan.
-
Limpa membesar, lembek dan nyeri tekan.
-
Diare/konstipasi
-
Tanda perdarahan/syok.
c. Penurunan
kesadaran pada mulanya apatis.
d. Nadi;
bradikardi.
4. Pemeriksaan
penunjang:
a. Leukopeni
dan limpositosis relative
b. Pemeriksaan
tes widal: (+)
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Peningkatan
suhu tubuh hipertermia berhubungan
dengan proses infeksi
2. Activity
in tolerance berhubungan dengan kelemahan fisik.
3. Nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan deangan an oreksia.
4. Gangguan
eliminasi BAB; Obstipasi berhubugan dengan peningkatan metabolisme.
5. Perubahan
pola tidur berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh.
PERENCANAAN
1. Peningkatan
suhu tubuh hipertermia berhubungan dengan proses infeksi
Tujuan
:
Klien
dapat mengungungkapkan keseimbangan suhu tubuh terpenuhi dengan kriteria:
-
Suhu tubuh normal
-
Bibir tidak kering
-
Kulit teraba hangat
-
Vital sign dalam batas normal:
N:
60 x/menit
P:
16x/menit
Rencanan tindakan keperawatan:
Intervensi |
|
Rasional |
a.
Observasi vital sign teruatama
suhu tubuh (derajata dan pola)
|
|
Peningkatan
vital sign menunjukkan proses penyakit infeksi. Pola demam dapat membantu
dalam diagnosis.
|
b. Berikan
kompres hangat pada daerah dahi, leher dan ketiak.
|
|
Kompres
dapat membantu mengurangi demam. Kompres hangat dapat menimbulkan peristiwa
difusi yaitu perpindahan panas dari dalam tubuh keluar tubuh, yaitu menyerap
panas keluar tubuh. Diletakkan didaerah dahi, leher dan ketiak karena banyak
pembuluh darah sehingga mempercepat proses pengeluaran panas.
|
c.
Pertahankan bedrest pasien.
|
|
Menurunkan
beban kerja dari usus halus, sehingga fungsi usus halus dapat kembali normal
sehingga proses penyembuhan menjadi lebih cepat.
|
d. Penata
laksanaan pemberian antipiretik
|
|
Digunakan
untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus
|
2. Aktivity
in tolerance berhububgan dengan kelemahan fisik.
Tujuan:
Kebutuhan
aktivitas klien dapat terpenuhi dengan kriteria:
-
Klien tidak lemah
-
Klien dapat melakukan secara mandiri.
Rencanan
tindakan keperawatan:
Intervensi |
|
Rasional |
a.
Kaji kemampuan pasien dalam
melakukan aktivitas.
|
|
Dengan
mengetahui tingkat kemampuan klien dalam beraktivitas dapat dijadikan
indikator untuk merumuskan diagnosa keperawatan selanjutnya sesuai indikasi.
|
b. Istirahatkan
klien ditempat tidur dan ciptakan lingkungan yang tenang.
|
|
Agar
dapat istirahat dan relaksasi dengan baik sehigga memberikan energi untuk
proses penyembuhan.
|
c.
Ubah posisi klien setiap 2 jam.
|
|
Mengusahakan
mengoptimalakan fungsi respiratori dan mengusahakan untuk mengurangi daerah
untuk mencegah kerusakan jaringan.
|
3. Nutrisi
kurang dari kebutuhan tubh berhubungan dengan an oreksia.
Tujuan:
Klien
mengatakan kebutuhan nutrisinya terpenuhi:
-
Klien tidak mual
-
Porsi makan dihabiskan
-
Klien tidak tampak lamah
-
Konjungtiva tidak pucat
-
Berat badan bertambah ± 1 kg setiap
minggu.
Rencana
tindakan keperawatan:
Intervensi |
|
Rasional |
a.
Kaji kemampuan pasien mengunyah
dan menelan.
|
|
Faktor
ini menentukan pemilihan terhadap jenis makanan sehingga kerja usus tidak
terlalu berat.
|
b. Anjurkan
kepada klien untuk makan dalam porsi kecil tapi sering.
|
|
Dengan
memberikan makan dalam porsi kecil tapi sering diharapkan kebutuhan nutrisi
klien dapat terpenuhi secara akurat.
|
c.
Timbang berat badan sesuai
indikasi.
|
|
Mengevaluasi
kebutuhan atau kebutuhan mengubah
pemberian nutrisi klien.
|
d. Berikan
anti emetik dan vitamin penambah nasu makan.
|
|
Anti
emetik sebagai obat untuk mengurangi rasa mual dan muntah. Vitamin dapat
memberikan rasa nafsu makan klien bertambah.
|
4. Gangguan
eliminasi BAB; Obstipasi berhubugan dengan peningkatan metabolisme.
Tujuan:
Kebutuhan
eliminasi klien BAB klien terpenuhi dengan kriteria:
-
Pasien mengatakan nyeri abdomen
berkurang
-
BAB klien lancar
-
BAB klien teratur
Rencanan
tindakan keperawatan:
Intervensi |
|
Raional |
a.
Catat adanya distensi abdomen dan
auskultasi peristaltik usus.
|
|
Distensi
dan hilangnya peristaltik usus merupakan tanda bahwa fungsi defekasi hilang
yang kemungkinan berhubungan dengan kehilangan persarafan para simpatis usus
besar dengan tiba-tiba.
|
b. Anjurkan
klien untuk banyak minum air hangat.
|
|
Air
hangat dapt membantu untuk melunakkan feces dan mempercepat proses absorbsi
pada usus halus.
|
c.
Beri diit tinggi serat bila
diidikakasikan.
|
|
Makanan
tinggi serat dapat juga membantu melunakkan feces.
|
5. Perubahan pola tidur berhubungan dengan peningkatan
suhu tubuh.
Tujuan:
Kebutuhan
istirahat tidur pasien terpenuhi dengan kriteria:
-
Klien dapat tidur sesuai dengan
kebutuhan.
-
Konjungtiva tidak pucat.
Rencana
tindakan keperawatan:
Intervensi
|
|
Rasional
|
a.
Ciptakan lingkungan yang tenang
menjelang dan selalma pasien tidur.
|
|
Lingkungan
yang tenang dapat membantu klirn untuk tidur nyenyak sehingga kebutuhan tidur
klien dapat terpenuhi.
|
b. Atur
posisi senyaman mungkkin.
|
|
Posisi
yang nyaman dapat membuat tidur klien mudah terjaga sehingga kebutuhan
tidur klien teratasi.
|
DAFTAR
PUSTAKA
-
www.g-excess.com/4630/infeksi-yang-menyertai-kehamilan-dan-persalinan-pada-ibuhamil/ diunduh tanggal 23 September 2012
18.00 WIB
-
Nugraheny,Esti.2010.Asuhan Kebidanan Pathologi.Yogyakarta: Pustaka
Rihama
-
Saifuddin,
Abdul Bari. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan
Neonatal. Jakarta : YBP-SP
-
Wiknjosastro,
Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP-SP
-
Doengoes M.E (2000). Rencana Asuhan
Keperawatan. Edisi III. EGC : Jakarta
-
Mansjoer. A (2000). Kapikta Selekta
kedokteran. edisi IV. EGC: Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar