Laman

Kamis, 21 Januari 2016

ASUHAN KEPERAWATAN THIFUS ABDOMINALIS PADA IBU HAMIL

STIKES HUSADA MANDIRI POSO


BAB I
PENDAHULUAN

A.    PENGERTIAN
            Tifus Abdominalis (demam tifoid enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang besarnya tedapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran.
            Ibu hamil merupakan kelompok risiko untuk infeksi tifoid, yang disebabkan Salmonella typhi,. Transmisi tifoid berkembang pesat pada daerah dengan kondisi sanitasi yang buruk, komplikasi tifoid tergolong berat dan fatal. Demam tifoid merupakan infeksi sistemik yang mengakibatkan gejala khas : demam, nyeri kepala, nyeri perut, nyeri otot, mual muntah, anoreksia, obstipasi/ diare,  dan penurunan kesadaran.
            Dalam hubungan dengan dengan kehamilan, tidak dilaporkan bahwa kehamilan akan memperberat perjalanan penyakit demam tifoid. Demam tifoid dapat mengakibatkan komplikasi peningkatan risiko abortus/partus prematurus. Pada umumnya, risiko berakhirnya kehamilan pada ibu yang terserang demam tifoid semakin tinggi bila infeksi terjadi saat kehamilan berusia muda.
            Transmisi kuman Salmonela typhi terjadi melalui oral, kontaminasi makanan/minuman dengan kuman tersebut. Penyakit ini mengakibatkan gejala demam, yang naik bertahap (tidak mendadak tinggi, seperti kebanyakan infeksi virus). Keluhan perut umumnya selalu ada, dapat berupa diare, nyeri, atau konstipasi. Lidah tampak kotor, tremor, dengan tepi hiperemis. Nadi dapat memperlihatkan bradikardi relatif, dengan nadi per menit yang tidak sesuai (terlalu lambat) dibandingkan suhu badan yang tinggi. Laboratorium didapatkan lekopenia dan trombositopenia (tidak seberat trombositopenia pada DBD).
      Typus abdominalis dalam kehamilan, dan nifas menunjukan angka kematian yanglebih tinggi dari pada di luar kehamilan. Penyakit ini mempunyai pengaruh buruk terhadapkehamilan.      Dalam 60-80 % hasil konsepsi keluar secara spontan : lebih dini terjadinya infeksidalam kehamilan, lebih besar kemungkinan berakhirnya kehamilan.
Pengobatan dengan kloramfenikol atau tiamfenikol (Urfamycin) biasanya cukupmanjur. Waktu ada wabah, semua wanita hamil perlu diberi vaksinasi. Walaupun kuman-kuman tufus abdominalis tidak di keluarkan melalui air susu, namun sebaiknya penderitatidak menyusui bayinya karena keadaan umum ibu biasanya tidak mengizinkan, dan karenakemungkinan penuluaran oleh ibu melalui jalan lain tetap ada. Tifus abdominalis tidak merupakan indikasi bagi abortus buatan
B.     ETIOLOGI
            Tyfus abdominalis disebabkan oleh salmonella typhosa, basil gram negatif, bergerak dengan bulu getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurngnya 3 macam antigen yaitu antigen O (somatic terdiri dari zat komplek lipopolisakarida), antigen H (flagella) dan antigen Vi. Dalam serum penderita terdapat zat anti (glutanin) terhadap ketiga macam antigen tersebut.
Penyakit ini dapat mengganggu kesehatan ibu dan janin. Demam tifoid dapat menyebabkan abortus dan partus prematurus (60-80%).
C.    PATOFISIOLOGI
      Kuman salmonella typhosa masuk kedalam saluran cerna, bersama makanan dan minuman, sabagian besar akan mati oleh asam lambung HCL dan sebagian ada yang lolos (hidup), kemudian kuman masuk kedalam usus (plag payer) dan mengeluarkan endotoksin sehingga menyebabkan bakterimia primer dan mengakibatkan perdangan setempat, kemudian kuman melalui pembuluh darah limfe akan menuju ke organ RES terutama pada organ hati dan limfe.
            Di organ RES ini sebagian kuman akan difagosif dan sebagian yang tidak difagosif akan berkembang biak dan akan masuk pembuluh darah sehingga menyebar ke organ lain, terutama usus halus sehingga menyebabkan peradangan yang mengakibatkan malabsorbsi nutrien dan hiperperistaltik usus sehingga terjadi diare. Pada hipotalamus akan menekan termoregulasi yang mengakibatkan demam remiten dan terjadi hipermetabolisme tubuh akibatnya tubuh menjadi mudah lelah.
            Selain itu endotoksin yang masuk kepembuluh darah kapiler menyebabkan roseola pada kulit dan lidah hipermi. Pada hati dan limpa akan terjadi hepatospleno megali. Konstipasi bisa terjadi menyebabkan komplikasi intestinal (perdarahan usus, perfarasi, peritonitis) dan ekstra intestinal (pnemonia, meningitis, kolesistitis, neuropsikratrik).
D.    MANIFESTASI KLINIK
                Tanda dan gejala Demam Pada minggu pertama demam berangsur naik berlangsung pada 3 minggu pertama .pada minggu ke 3 suhu berangsur-angsur turun dan kembali normal. Demam tidak hilang dengan pemberian antiseptic, tidak menggigil dan tidak berkeringat. Kadang pasiendisertai epitaksis.
Ø  Gangguan pada saluran pencernaan:
a.    Halitosis
b.    Bibir kering
c.    Lidah kotor berselaput putih dan pinggirannya hiperemesis
d.    Perut agak kembung
e.    Mual
f.     Splenomegali disertai nyeri pada perabaan
g.    Pada permulaan umumnya terjadi diare
h.    Kemudian menjadi obstipasi
Ø  Gangguan kesadaran:
a.       Kesadaran menurun ringan sampai berat.
b.      Umumnya apatis
c.       Bradikardi relative
d.      Umumnya tiap kenaikan 1celcius di ikuti penambahan denyut nadi 10-15 kali permenit.
Penderita mulai cepat lelah, malas, sakit kepala, rasa tidak enak di perut, nyeri seluruhtubuh, hal tersebut dirasakan antara 10-14 hari.

E.     KOMPLIKASI
Dapat terjadi pada:
1.      Usus halus
Umumnya jarang terjadi, akan tetapi sering fatal yaitu:
a.       Perdarahan usus bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Bila perdarahan banyak terjadi melena dan bila berat dapat disertai perasaan nyari perut dengan tanda-tanda rejatan
b.      Perforasi usus
c.       Peritonitis ditemukan gejala abdomen akut yaitu: nyeri perut yang hebat, diding abdomen dan nyeri pada tekanan
2.      Diluar anus
Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakterimia) yaitu meningitis, kolesistitis, ensefelopati. Terjadi karena infeksi sekunder yaitu bronkopneumonia
F.     PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk memastikan diagnosis perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium antara lain sebagai berikut:
a.       Pemeriksaan darah tepi
b.      Pemeriksaan sumsum tulang
c.       Biakan empedu untuk menemukan salmonella thyposa
d.      Pemeriksaan widal digunakan untuk membuat diagnosis tifus abdominalis yang pasti
G.    PENATALAKSANAAN
1.      Lakukan rehidrasi akibat demam, muntah atau diare.
2.      Demam dapt diatasi dengan parasetamol 500mg setiap 4-6 jam, kurangi dosis antipiretik apabila suhu tubuh kembali normal.
3.      Isolasi kuman penyebab(untuk diagnosis pasti) dan lakukan pemeriksaan serologis secara terjadwal.
4.      Terapi antibiotika untuk demam tifoid adalah :
-          Kloramfenikol 4 x 500 mg (oral) per hari hingga 305 hari bebas demam
-          Tiamfenikol 4 x 500 mg (oral) hingga 3-5 hari bebas demam
-          Ampisilin 4 x 500-1000 mg hingga 3-5 hari bebas demam
-          Walaupun golongan kinolon cukup efektif tetapi tidak dianjurkan untuk ibu hamil. Pilih antibiotika generasi baru yang tidak menekan eritropoesis
5.      Lakukan kompres pada tubuh apabila terjadi hiperpireksia
6.      Lakukan pemantauan  perkembangan kehamilan dan pertumbuhan janin
7.      Hindarkan transmisi lanjutan.
8.      Konseling tentang demam tifoid  dan pengaruhnya terhadap kesehatan ibu, kehamilan dan janin.
9.      Ibu dengan demam tifoid  sebaiknya mempertimbangkan risiko dan keuntungan untuk memberikan laktasi atau merawat sendiri bayi yang baru dilahirkan. Meskipun basil tifus tidak mencapai ais susu ibu, tetapi ibu sakit berat dan dapat menularkannya, maka bayi segera dipisahkan dari ibu setelah lahir. Vaksinasi tifoid dilakukan pada ibu hamil dan tidak membahayakan janin yang dikandungnya

Bila terdapat komplikasi harus diberikan terapi yang sesuai.
Pengobatan demam tifoid pada wanita hamil adalah:
-          Tidak semua obat antimikroba yang biasanya digunakan untuk pengobatan demam tifoid dapat diberikan pada wanita hamil. Kloramfenikol tidak boleh diberikan pada trimester ketiga kehamilan, karena dapat menyebabkan partus prematur, kematian fetus intrauterin dan grey syndrome pada neonatus.
-          Tiamfenikol tidak dianjurkan untuk digunakan pada trimester pertama kehamilan, karena kemungkinan efek teratogenik terhadap fetus pada manusia belum dapat disingkirkan. Pada kehamilan yang lebih lanjut, tiamfenikol dapat diberikan.
-          Ampisilin, amoksisilin dan sefalosporin generasi ketiga aman untuk wanita hamil dan fetus, kecuali bila pasien hipersensitif  terhadap obat tersebut.
      Ko-trimoksazol dan fluorokinolon tidak boleh diberikan pada wanita ha



BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN


A.    PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1.      Identitas pasien
-          Nama, umur
-          Jenis kelamin
-          Pendidkan
-          Pekerjaan
-          Status perkawinan
-          Alamat, dan lain-lain.

2.      Data Subjektif
a.       Riwayat penyakit; kapan penyakit itu timbul.
b.      Usia penderita.
c.       Adakah perasaan mual-mual, muntah atau sakit kepala.
d.      Bagaimana pola eliminasi.

3.      DATA OBJEKTIF
a.       Demam selama masa inkubasi ± 2 minggu.
-          Minggu pertama suhu langsung naik dan febris yang bersifat remitten yang berlansung pagi dan malam hari.
-          Minggu I dan II panas terus meningkat disebabkan oleh febris kontinuitas.
b.      Bibir kering dan pecah-pecah, lidah  kotor berselaput putih, hiperemis.
-          Perut kembung, nyeri tekan.
-          Limpa membesar, lembek dan nyeri tekan.
-          Diare/konstipasi
-          Tanda perdarahan/syok.
c.       Penurunan kesadaran pada mulanya apatis.
d.      Nadi; bradikardi.
4.      Pemeriksaan penunjang:
a.       Leukopeni dan limpositosis relative
b.      Pemeriksaan tes widal: (+)

B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.      Peningkatan suhu tubuh  hipertermia berhubungan dengan proses infeksi
2.      Activity in tolerance berhubungan dengan kelemahan fisik.
3.      Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan deangan an oreksia.
4.      Gangguan eliminasi BAB; Obstipasi berhubugan dengan peningkatan metabolisme.
5.      Perubahan pola tidur berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh.

PERENCANAAN

1.      Peningkatan suhu tubuh hipertermia berhubungan dengan proses infeksi
Tujuan :
Klien dapat mengungungkapkan keseimbangan suhu tubuh terpenuhi dengan kriteria:
-           Suhu tubuh normal
-           Bibir tidak kering
-           Kulit teraba hangat
-           Vital sign dalam batas normal:
N: 60 x/menit
P: 16x/menit
      Rencanan tindakan keperawatan:

Intervensi


Rasional

a.        Observasi vital sign teruatama suhu tubuh (derajata dan pola)

Peningkatan vital sign menunjukkan proses penyakit infeksi. Pola demam dapat membantu dalam diagnosis.
b.       Berikan kompres hangat pada daerah dahi, leher dan ketiak.

Kompres dapat membantu mengurangi demam. Kompres hangat dapat menimbulkan peristiwa difusi yaitu perpindahan panas dari dalam tubuh keluar tubuh, yaitu menyerap panas keluar tubuh. Diletakkan didaerah dahi, leher dan ketiak karena banyak pembuluh darah sehingga mempercepat proses pengeluaran panas.
c.        Pertahankan bedrest pasien.

Menurunkan beban kerja dari usus halus, sehingga fungsi usus halus dapat kembali normal sehingga proses penyembuhan menjadi lebih cepat.
d.       Penata laksanaan pemberian antipiretik

Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus



2.      Aktivity in tolerance berhububgan dengan kelemahan fisik.
Tujuan:
Kebutuhan aktivitas klien dapat terpenuhi dengan kriteria:
-           Klien tidak lemah
-           Klien dapat melakukan secara mandiri.
Rencanan tindakan keperawatan:

Intervensi


Rasional

a.        Kaji kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas.

Dengan mengetahui tingkat kemampuan klien dalam beraktivitas dapat dijadikan indikator untuk merumuskan diagnosa keperawatan selanjutnya sesuai indikasi.
b.       Istirahatkan klien ditempat tidur dan ciptakan lingkungan yang tenang.

Agar dapat istirahat dan relaksasi dengan baik sehigga memberikan energi untuk proses penyembuhan.
c.        Ubah posisi klien setiap 2 jam.

Mengusahakan mengoptimalakan fungsi respiratori dan mengusahakan untuk mengurangi daerah untuk mencegah kerusakan jaringan.

3.      Nutrisi kurang dari kebutuhan tubh berhubungan dengan an oreksia.
Tujuan:
Klien mengatakan kebutuhan nutrisinya terpenuhi:
-           Klien tidak mual
-           Porsi makan dihabiskan
-           Klien tidak tampak lamah
-           Konjungtiva tidak pucat
-           Berat badan bertambah ± 1 kg setiap minggu.
Rencana tindakan keperawatan:

Intervensi


Rasional

a.        Kaji kemampuan pasien mengunyah dan menelan.

Faktor ini menentukan pemilihan terhadap jenis makanan sehingga kerja usus tidak terlalu berat.
b.       Anjurkan kepada klien untuk makan dalam porsi kecil tapi sering.

Dengan memberikan makan dalam porsi kecil tapi sering diharapkan kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi secara akurat.
c.        Timbang berat badan sesuai indikasi.

Mengevaluasi kebutuhan atau kebutuhan mengubah  pemberian nutrisi klien.
d.       Berikan anti emetik dan vitamin penambah nasu makan.

Anti emetik sebagai obat untuk mengurangi rasa mual dan muntah. Vitamin dapat memberikan rasa nafsu makan klien bertambah.

4.      Gangguan eliminasi BAB; Obstipasi berhubugan dengan peningkatan metabolisme.
Tujuan:
Kebutuhan eliminasi klien BAB klien terpenuhi dengan kriteria:
-           Pasien mengatakan nyeri abdomen berkurang
-           BAB klien lancar
-           BAB klien teratur
Rencanan tindakan keperawatan:

Intervensi


Raional

a.        Catat adanya distensi abdomen dan auskultasi peristaltik usus.

Distensi dan hilangnya peristaltik usus merupakan tanda bahwa fungsi defekasi hilang yang kemungkinan berhubungan dengan kehilangan persarafan para simpatis usus besar dengan tiba-tiba.
b.       Anjurkan klien untuk banyak minum air hangat.

Air hangat dapt membantu untuk melunakkan feces dan mempercepat proses absorbsi pada usus halus.
c.        Beri diit tinggi serat bila diidikakasikan.

Makanan tinggi serat dapat juga membantu melunakkan feces.

5.      Perubahan  pola tidur berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh.
Tujuan:
Kebutuhan istirahat tidur pasien terpenuhi dengan kriteria:
-           Klien dapat tidur sesuai dengan kebutuhan.
-           Konjungtiva tidak pucat.
Rencana tindakan keperawatan:
Intervensi

Rasional
a.        Ciptakan lingkungan yang tenang menjelang dan selalma pasien tidur.

Lingkungan yang tenang dapat membantu klirn untuk tidur nyenyak sehingga kebutuhan tidur klien dapat terpenuhi.
b.       Atur posisi senyaman mungkkin.

Posisi yang nyaman dapat membuat tidur klien mudah terjaga sehingga kebutuhan tidur  klien teratasi.















DAFTAR PUSTAKA

-           www.g-excess.com/4630/infeksi-yang-menyertai-kehamilan-dan-persalinan-pada-ibuhamil/ diunduh tanggal 23 September 2012 18.00 WIB
-           www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=1263 diunduh tanggal 23 September 2012 17.30 WIB
-           Nugraheny,Esti.2010.Asuhan Kebidanan Pathologi.Yogyakarta: Pustaka Rihama
-           Saifuddin, Abdul Bari. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta : YBP-SP
-           Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP-SP
-           Doengoes M.E (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi III. EGC : Jakarta
-           Mansjoer. A (2000). Kapikta Selekta kedokteran. edisi IV. EGC: Jakarta

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar