Laman

Kamis, 21 Januari 2016

LAPORAN PENDAHULUAN OSTESARKOMA


STIKES HUSADA MANDIRI POSO



BAB 1
KONSEP MEDIS

A.    DEFINISI
Sarkoma adalah tumor yang berasal dari jaringan penyambung (Danielle. 1999: 244 ). Kanker adalah neoplasma yang tidak terkontrol dari sel anaplastik yang menginvasi jaringan dan cenderung bermetastase sampai ke sisi yang jauh dalam tubuh.( Wong. 2003: 595 ).

Osteosarkoma ( sarkoma osteogenik ) adalah tumor yang muncul dari mesenkim pembentuk tulang. ( Wong. 2003: 616 ).

            Sarkoma osteogenik ( Osteosarkoma ) merupakan neoplasma tulang primer yang sangat ganas. Tumor ini tumbuh di bagian metafisis tulang tempat yang paling sering terserang tumor ini adalah bagian ujung tulang panjang, terutama lutut. ( Price. 1998: 1213 ).

            Osteosarkoma ( sarkoma osteogenik ) merupakan tulang primer maligna yang paling sering dan paling fatal. Ditandai dengan metastasis hematogen awal ke paru. Tumor ini menyebabkan mortalitas tinggi karena sarkoma sering sudah menyebar ke paru ketika pasien pertama kali berobat.( Smeltzer. 2001: 2347 ).

            Tempat-tempat yang paling sering terkena adalah femur distal, tibia proksimal dan humerus proksimal. Tempat yang paling jarang adalah pelvis, kolumna, vertebra, mandibula, klavikula, skapula, atau tulang-tulang pada tangan dan kaki. Lebih dari 50% kasus terjadi pada daerah lutut. ( Otto.2003 : 72 ).

            Sarkoma osteogenik atau osteosarkoma adalah merupakan neoplasma tulang primer yang sangat ganas.

            Osteosarkoma merupakan tumor tulang maligna primer yang paling lazim dan seringkali berakibat fatal dan dapat timbul sebagai metastase sekunder dari ekstrimitas tungkai pada 50% kasus. Biasanya terdapat pada lokasi bekas radiasi atau lebih sering sebagai penyerta pada penyakit paget. Osteosarkoma sering terjadi pada laki-laki pada kelompok usia 10-25 tahun dan pada orang tua yang mengalami penyakit paget.

B.     ETIOLOGI
Radiasi sinar radio aktif dosis tinggi
1)      Keturunan
2)      Beberapa kondisi tulang yang ada sebelumnya seperti penyakit paget (akibat pajanan radiasi).
3)      Virus onkogenik ( Smeltzer. 2001: 2347 ).

C.    PATOFISIOLOGI
Sarkoma osteogenik (Osteosarkoma) merupakan neoplasma tulang primer yang sangat ganas. Tumor ini tumbuh dibagian metafisis tulang tempat yang paling sering terserang tumor ini adalah bagian ujung tulang panjang, terutama lutut.

            Penyebab osteosarkoma belum jelas diketahui, adanya hubungan kekeluargaan menjadi suatu predisposisi. Begitu pula adanya hereditery. Dikatakan beberapa virus onkogenik dapat menimbulkan osteosarkoma pada hewan percobaan. Radiasi ion dikatakan menjadi 3% penyebab langsung osteosarkoma. Akhir-akhir ini dikatakan ada 2 tumor suppressor gene yang berperan secara signifikan terhadap tumorigenesis pada osteosarkoma yaitu protein P53 ( kromosom 17) dan Rb (kromosom 13).

            Lokasi tumor dan usia penderita pada pertumbuhan pesat dari tulang memunculkan perkiraan adanya pengaruh dalam patogenesis osteosarkoma. Mulai tumbuh bisa didalam tulang atau pada permukaan tulang dan berlanjut sampai pada jaringan lunak sekitar tulang epifisis dan tulang rawan sendi bertindak sebagai barier pertumbuhan tumor kedalam sendi. Osteosarkoma mengadakan metastase secara hematogen paling sering keparu atau pada tulang lainnya dan didapatkan sekitar 15%-20% telah mengalami metastase pada saat diagnosis ditegakkan. (Salter, robert : 2006).
            Adanya tumor di tulang menyebabkan reaksi tulang normal dengan respons osteolitik (destruksi tulang) atau respons osteoblastik (pembentukan tulang). Beberapa tumor tulang sering terjadi dan lainnya jarang terjadi, beberapa tidak menimbulkan masalah, sementara lainnya ada yang sangat berbahaya dan mengancam jiwa.

            Tumor ini tumbuh di bagian metafisis tulang panjang dan biasa ditemukan pada ujung bawah femur, ujung atas humerus dan ujung atas tibia. Secara histolgik, tumor terdiri dari massa sel-sel kumparan atau bulat yang berdifferensiasi jelek dan sring dengan elemen jaringan lunak seperti jaringan fibrosa atau miksomatosa atau kartilaginosa yang berselang seling dengan ruangan darah sinusoid. Sementara tumor ini memecah melalui dinding periosteum dan menyebar ke jaringan lunak sekitarnya; garis epifisis membentuk terhadap gambarannya di dalam tulang.

            Adanya tumor pada tulang menyebabkan jaringan lunak diinvasi oleh sel tumor. Timbul reaksi dari tulang normal dengan respon osteolitik yaitu proses destruksi atau penghancuran tulang dan respon osteoblastik atau proses pembentukan tulang. Terjadi destruksi tulang lokal.. Pada proses osteoblastik, karena adanya sel tumor maka terjadi penimbunan periosteum tulang yang baru dekat lempat lesi terjadi sehingga terjadi pertumbuhan tulang yang abortif.

D.    MANIFESTASI KLINIK

1)      Rasa sakit (nyeri), Nyeri dan atau pembengkakan ekstremitas yang terkena (biasanya menjadi semakin parah pada malam hari dan meningkat sesuai dengan progresivitas penyakit).
2)      Pembengkakan, Pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian serta pergerakan yang terbatas (Gale. 1999: 245).
3)      Keterbatasan gerak
4)      Fraktur patologik.
5)      Menurunnya berat badan
6)      Teraba massa; lunak dan menetap dengan kenaikan suhu kulit di atas massa serta distensi pembuluh darah maupun pelebaran vena.
7)      Gejala-gejala penyakit metastatik meliputi nyeri dada, batuk, demam, berat badan menurun dan malaise (Smeltzer. 2001: 2347).

E.     KOMPLIKASI

1)      Akibat langsung : Patah tulang
2)      Akibat tidak langsung : Penurunan berat badan, anemia, penurunan kekebalan tubuh
3)      Akibat pengobatan : Gangguan saraf tepi, penurunan kadar sel darah, kebotakan pada kemoterapi.

F.     PEMERIKSAAN PENUNJANG

1)      Lesi tulang infeksiosa terutama karena sifilis.
2)      Neoplasma tulang yang lain seperti khondrosarkoma
3)      Tumor sel datia atau defosit metastasis karsinomatosa pada tulang dari tumor primer.

G.    PANATALAKSANAAN

a.       Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan tergantung pada tipe dan fase dari tumor tersebut saat didiagnosis. Tujuan penatalaksanaan secara umum meliputi pengangkatan tumor, pencegahan amputasi jika memungkinkan dan pemeliharaan fungsi secara maksimal dari anggota tubuh atau ekstremitas yang sakit. Penatalaksanaan meliputi pembedahan, kemoterapi, radioterapi, atau terapi kombinasi. Osteosarkoma biasanya ditangani dengan pembedahan dan / atau radiasi dan kemoterapi. Protokol kemoterapi yang digunakan biasanya meliputi adriamycin (doksorubisin) cytoksan dosis tinggi (siklofosfamid) atau metrotexate dosis tinggi (MTX) dengan leukovorin. Agen ini mungkin digunakan secara tersendiri atau dalam kombinasi.

Bila terdapat hiperkalsemia, penanganan meliputi hidrasi dengan pemberian cairan normal intravena, diurelika, mobilisasi dan obat-obatan seperti fosfat, mitramisin, kalsitonin atau kortikosteroid. ( Gale. 1999: 245 ).

b.      Tindakan keperawatan
1)     Manajemen nyeri
Teknik manajemen nyeri secara psikologik (teknik relaksasi napas  dalam, visualisasi, dan bimbingan imajinasi) dan farmakologi (pemberian analgetika).
2)     Mengajarkan mekanisme koping yang efektif
Motivasi klien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan mereka, dan berikan dukungan secara moril serta anjurkan keluarga untuk berkonsultasi ke ahli psikologi atau rohaniawan.
3)     Memberikan nutrisi yang adekuat
Berkurangnya nafsu makan, mual, muntah sering terjadi sebagai efek samping kemoterapi dan radiasi, sehingga perlu diberikan nutrisi yang adekuat. Antiemetika dan teknik relaksasi dapat mengurangi reaksi gastrointestinal. Pemberian nutrisi parenteral dapat dilakukan sesuai dengan indikasi dokter.
4)     Pendidikan kesehatan
Pasien dan keluarga diberikan pendidikan kesehatan tentang kemungkinan terjadinya komplikasi, program terapi, dan teknik perawatan luka di rumah. (Smeltzer. 2001: 2350 ).
5)     Jika diperlukan traksi, Prinsip Perawatan Traksi
·         Berikan tindakan kenyamanan ( contoh: sering ubah posisi, pijatan punggung ) dan aktivitas terapeutik
·         Berikan obat sesuai indikasi contoh analgesik relaksan otot.
·         Berikan pemanasan lokal sesuai indikasi.
·         Beri penguatan pada balutan awal / pengganti sesuai dengan indikasi, gunakan teknik aseptic dengan tepat.
·         Pertahankan linen klien tetap kering, bebas keriput.
·         Anjurkan klien menggunakan pakaian katun longgar.
·          Dorong klien untuk menggunakan manajemen stress, contoh: bimbingan imajinasi, nafas dalam.
·         Kaji derajat imobilisasi yang dihasilkan
·         Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh: edema, eritema.
Tujuan dari penatalaksanaan adalah untuk menghancurkan atau mengankat jaringan maligna dengan menggunakan metode yang seefektif mungkin. Secara umum penatalaksanaan osteosarkoma ada dua, yaitu:
a.         Pada pengangkatan tumor dengan pembedahan biasanya diperlukan tindakan amputasi pada ekstrimitas yang terkena, dengan garis amputasi yang memanjang melalui tulang atau sendi di atas tumor untuk control lokal terhadap lesi primer. Beberapa pusat perawatan kini memperkenalkan reseksi lokal tulang tanpa amputasi dengan menggunakan prosthetik metal atau allograft untuk mendukung kembali penempatan tulang-tulang.
b.         Kemoterapi
Obat yang digunakan termasuk dosis tinggi metotreksat yang dilawan dengan factor citrovorum, adriamisin, siklifosfamid, dan vinkristin.

















BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A.    PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1.      Identitas pasien
-          Nama, umur
-          Jenis kelamin
-          Pendidkan
-          Pekerjaan
-          Status perkawinan
-          Alamat, dan lain-lain.

2.      Riwayat kesehatan
a.     Pasien mengeluh nyeri pada daerah tulang yang terkena.
b.     Klien mengatakan susah untuk beraktifitas/keterbatasan gerak
c.      Mengungkapkan akan kecemasan akan keadaannya

3.      Pengkajian fisik
a.       Pada palpasi teraba massa pada derah yang terkena.
b.      Pembengkakan jaringan lunak yang diakibatkan oleh tumor.
c.       Pengkajian status neurovaskuler; nyeri tekan
d.      Keterbatasan rentang gerak

4.      Hasil laboratorium/radiologi
a.     Terdapat gambaran adanya kerusakan tulang dan pembentukan tulang baru.
b.     Adanya gambaran sun ray spicules atau benang-benang tulang dari kortek tulang.
c.      Terjadi peningkatan kadar alkali posfatase.



B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.         Nyeri akut berhubungan dengan proses patologik dan pembedahan (amputasi).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah nyeri akut teratasi seluruhnya.
DS : Klien mengatakan nyeri sebelum dan setelah pembedahan
DO :
a.    Fokus diri klien tampak menyempit, dan
b.   Perilaku klien tampak melindung diri / berhati-hati.

Kriteria Hasil :
a.       Klien mengatakan nyeri hilang dan terkontrol,
b.      Klien tampak rileks, tidak meringgis, dan mampu istirahat/tidur dengan tepat,
c.       Tampak memahami nyeri akut dan metode untuk menghilangkannya, dan
d.      Skala nyeri 0-2.

Intervensi:
a.       Catat dan kaji lokasi dan intensitas nyeri (skala 0-10). Selidiki perubahan karakteristik nyeri.
R / : Untuk mengetahui respon dan sejauh mana tingkat nyeri pasien.
b.      Berikan tindakan kenyamanan (contoh ubah posisi sering, pijatan lembut).
R / : Mencegah pergeseran tulang dan penekanan pada jaringan yang luka.
c.       Berikan sokongan (support) pada ektremitas yang luka.
R / : Peningkatan vena return, menurunkan edema, dan mengurangi nyeri.
d.      Berikan lingkungan yang tenang.
R / : Agar pasien dapat beristirahat dan mencegah timbulnya stress.
e.       Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian analgetik, kaji efektifitas dari tindakan penurunan rasa nyeri.
R / : Untuk mengurangi rasa sakit / nyeri.

2.      Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan   muskuluskletal, nyeri, dan amputasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah kerusakan mobillitas fisik teratasi seluruhnya.
DS : Klien mengatakan sulit untuk bergerak
DO : Klien tampak mengalami Gangguan koordinasi; penurunan kekuatan otot, kontrol dan massa.

Kriteria Hasil :

a.       Pasien menyatakan pemahaman situasi individual, program pengobatan, dan tindakan keamanan,
b.      Pasien tampak ikut serta dalam program latihan / menunjukan keinginan berpartisipasi dalam aktivitas,
c.       Pasien menunjukan teknik / perilaku yang memampukan tindakan beraktivitas, dan
d.      Pasien tampak mempertahankan koordinasi dan mobilitas sesuai tingkat optimal.

Intervensi :
a.       Kaji tingkat immobilisasi yang disebabkan oleh edema dan persepsi pasien tentang immobilisasi tersebut.
R /: Pasien akan membatasi gerak karena salah persepsi (persepsi tidak proporsional).
b.      Dorong partisipasi dalam aktivitas rekreasi (menonton TV, membaca koran dll ).
R / : Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi, memusatkan perhatian, meningkatkan perasaan mengontrol diri pasien dan membantu dalam mengurangi isolasi sosial.
c.       Anjurkan pasien untuk melakukan latihan pasif dan aktif pada yang cedera maupun yang tidak.
R / : Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot, mempertahankan mobilitas sendi, mencegah kontraktur / atropi dan reapsorbsi Ca yang tidak digunakan.

d.       Bantu pasien dalam perawatan diri.
R / : Meningkatkan kekuatan dan sirkulasi otot, meningkatkan pasien dalam mengontrol situasi, meningkatkan kemauan pasien untuk sembuh.
e.       Berikan diit Tinggi protein Tinggi kalori , vitamin ,  dan mineral.
R / : Mempercepat proses penyembuhan, mencegah penurunan BB, karena pada immobilisasi biasanya terjadi penurunan BB.
f.       Kolaborasi dengan bagian fisioterapi.
R / : Untuk menentukan program latihan.

3.      Kerusakan integritas kulit atau jaringan berhubungan dengan penekanan pada daerah tertentu dalam waktu yang lama.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah kerusakan integritas kulit / jaringan taratasi seluruhnya.
Kriteria Hasil : Klien Menunjukkan prilaku / tehnik untuk mencegah kerusakan kulit tidak berlanjut.
Intervensi :
a.       Kaji adanya perubahan warna kulit.
R / : Memberikan informasi tentang sirkulasi kulit.
b.      Pertahankan tempat tidur kering dan bebas kerutan.
R / : Untuk menurunkan tekanan pada area yang peka resiko kerusakan kulit lebih lanjut.
c.       Ubah posisi dengan sesering mungkin.
R / : Untuk mengurangi tekanan konstan pada area yang sama dan meminimalkan  resiko kerusakan kulit.
d.      Beri posisi yang nyaman kepada pasien.
R / : Posisi yang tidak tepat dapat menyebabkan  cedera kulit / kerusakan kulit.
c.       Kolaborasi dengan tim kesehatan dan pemberian zalf / antibiotic.
R / : Untuk mengurangi terjadinya kerusakan integritas kulit.




4.      Resiko infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka kerusakan jaringan lunak.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah resiko infeksi tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
a.       Tidak ada tanda-tanda Infeksi,
b.      Leukosit dalam batas normal, dan
c.       Tanda-tanda vital dalam batas normal.
Intervensi :
a.       Kaji keadaan luka (kontinuitas dari kulit) terhadap adanya: edema, rubor, kalor, dolor, fungsi laesa.
R/ : Untuk mengetahui tanda-tanda infeksi.
b.      Anjurkan pasien untuk tidak memegang bagian yang luka.
R/ : Meminimalkan terjadinya kontaminasi.
c.       Rawat  luka dengan menggunakan tehnik aseptik
R/ : Mencegah kontaminasi dan kemungkinan infeksi silang.
e.       Mewaspadai adanya keluhan nyeri mendadak, keterbatasan gerak, edema  lokal, eritema pada daerah luka.
R/ : Merupakan indikasi adanya osteomilitis.
f.       Kolaborasi pemeriksaan darah : Leukosit
R/ : Leukosit yang meningkat artinya sudah terjadi proses infeksi.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar