STIKES HUSADA MANDIRI POSO
BAB 1
KONSEP MEDIS
A.
DEFINISI
Sarkoma adalah tumor yang berasal
dari jaringan penyambung
(Danielle. 1999: 244 ). Kanker adalah neoplasma yang tidak terkontrol dari sel
anaplastik yang menginvasi jaringan dan cenderung bermetastase sampai ke sisi
yang jauh dalam tubuh.( Wong. 2003: 595 ).
Osteosarkoma ( sarkoma osteogenik )
adalah tumor yang muncul dari mesenkim pembentuk tulang. ( Wong. 2003: 616 ).
Sarkoma
osteogenik ( Osteosarkoma ) merupakan neoplasma tulang primer yang sangat
ganas. Tumor ini tumbuh di bagian metafisis tulang tempat yang paling sering
terserang tumor ini adalah bagian ujung tulang panjang, terutama lutut. (
Price. 1998: 1213 ).
Osteosarkoma
( sarkoma osteogenik ) merupakan tulang primer maligna yang paling sering dan
paling fatal. Ditandai dengan metastasis hematogen awal ke paru. Tumor ini
menyebabkan mortalitas tinggi karena sarkoma sering sudah menyebar ke paru
ketika pasien pertama kali berobat.( Smeltzer. 2001: 2347 ).
Tempat-tempat yang paling sering
terkena adalah femur distal, tibia proksimal dan humerus proksimal. Tempat yang
paling jarang adalah pelvis, kolumna, vertebra, mandibula, klavikula, skapula,
atau tulang-tulang pada tangan dan kaki. Lebih dari 50% kasus terjadi pada
daerah lutut. ( Otto.2003 : 72 ).
Sarkoma osteogenik atau osteosarkoma
adalah merupakan neoplasma tulang primer yang sangat ganas.
Osteosarkoma merupakan tumor tulang
maligna primer yang paling lazim dan seringkali berakibat fatal dan dapat
timbul sebagai metastase sekunder dari ekstrimitas tungkai pada 50% kasus.
Biasanya terdapat pada lokasi bekas radiasi atau lebih sering sebagai penyerta
pada penyakit paget. Osteosarkoma sering terjadi pada laki-laki pada kelompok
usia 10-25 tahun dan pada orang tua yang mengalami penyakit paget.
B.
ETIOLOGI
Radiasi sinar radio aktif dosis tinggi
1) Keturunan
2) Beberapa kondisi tulang yang ada sebelumnya seperti
penyakit paget (akibat pajanan radiasi).
3) Virus
onkogenik ( Smeltzer. 2001: 2347 ).
C. PATOFISIOLOGI
Sarkoma
osteogenik (Osteosarkoma) merupakan neoplasma tulang primer yang sangat ganas.
Tumor ini tumbuh dibagian metafisis tulang tempat yang paling sering terserang tumor ini adalah
bagian ujung tulang panjang, terutama lutut.
Penyebab osteosarkoma belum jelas diketahui, adanya
hubungan kekeluargaan menjadi suatu predisposisi. Begitu pula adanya
hereditery. Dikatakan beberapa virus onkogenik dapat menimbulkan osteosarkoma pada hewan percobaan.
Radiasi ion dikatakan menjadi 3% penyebab langsung osteosarkoma. Akhir-akhir
ini dikatakan ada 2 tumor suppressor gene yang berperan secara signifikan
terhadap tumorigenesis pada osteosarkoma yaitu protein P53 ( kromosom 17) dan
Rb (kromosom 13).
Lokasi tumor dan
usia penderita pada pertumbuhan pesat dari tulang memunculkan perkiraan adanya
pengaruh dalam patogenesis osteosarkoma. Mulai tumbuh bisa didalam tulang atau
pada permukaan tulang dan berlanjut sampai pada jaringan lunak sekitar tulang
epifisis dan tulang rawan sendi bertindak sebagai barier pertumbuhan tumor
kedalam sendi. Osteosarkoma mengadakan metastase secara hematogen paling sering
keparu atau pada tulang lainnya dan didapatkan sekitar 15%-20% telah mengalami
metastase pada saat diagnosis ditegakkan. (Salter, robert : 2006).
Adanya tumor di tulang menyebabkan
reaksi tulang normal dengan respons osteolitik (destruksi tulang) atau respons
osteoblastik (pembentukan tulang). Beberapa
tumor tulang sering terjadi dan lainnya jarang terjadi, beberapa tidak
menimbulkan masalah, sementara lainnya ada yang sangat berbahaya dan mengancam
jiwa.
Tumor ini tumbuh di bagian metafisis
tulang panjang dan biasa ditemukan pada ujung bawah femur, ujung atas humerus
dan ujung atas tibia. Secara histolgik, tumor terdiri dari massa sel-sel
kumparan atau bulat yang berdifferensiasi jelek dan sring dengan elemen
jaringan lunak seperti jaringan fibrosa atau miksomatosa atau kartilaginosa
yang berselang seling dengan ruangan darah sinusoid. Sementara tumor ini
memecah melalui dinding periosteum dan menyebar ke jaringan lunak sekitarnya;
garis epifisis membentuk terhadap gambarannya di dalam tulang.
Adanya
tumor pada tulang menyebabkan jaringan lunak diinvasi oleh sel tumor. Timbul
reaksi dari tulang normal dengan respon osteolitik yaitu proses destruksi atau
penghancuran tulang dan respon osteoblastik atau proses pembentukan tulang.
Terjadi destruksi tulang lokal.. Pada proses osteoblastik, karena adanya sel
tumor maka terjadi penimbunan periosteum tulang yang baru dekat lempat lesi
terjadi sehingga terjadi pertumbuhan tulang yang abortif.
D. MANIFESTASI
KLINIK
1) Rasa
sakit (nyeri), Nyeri dan atau
pembengkakan ekstremitas yang terkena (biasanya menjadi semakin parah pada
malam hari dan meningkat sesuai dengan progresivitas penyakit).
2) Pembengkakan,
Pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian
serta pergerakan yang terbatas (Gale. 1999: 245).
3) Keterbatasan
gerak
4) Fraktur patologik.
5) Menurunnya
berat badan
6) Teraba
massa; lunak dan menetap dengan kenaikan suhu kulit di atas massa serta
distensi pembuluh darah maupun pelebaran
vena.
7) Gejala-gejala penyakit metastatik meliputi nyeri dada,
batuk, demam, berat badan menurun dan malaise (Smeltzer. 2001: 2347).
E. KOMPLIKASI
1)
Akibat langsung : Patah tulang
2)
Akibat tidak langsung : Penurunan berat
badan, anemia, penurunan kekebalan tubuh
3)
Akibat pengobatan : Gangguan saraf tepi,
penurunan kadar sel darah, kebotakan pada kemoterapi.
F.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Lesi tulang infeksiosa terutama karena sifilis.
2) Neoplasma tulang yang lain seperti khondrosarkoma
3) Tumor sel datia atau defosit metastasis karsinomatosa
pada tulang dari tumor primer.
G.
PANATALAKSANAAN
a.
Penatalaksanaan
medis
Penatalaksanaan tergantung pada tipe dan fase dari tumor
tersebut saat didiagnosis. Tujuan penatalaksanaan secara umum meliputi
pengangkatan tumor, pencegahan amputasi jika memungkinkan dan pemeliharaan
fungsi secara maksimal dari anggota tubuh atau ekstremitas yang sakit.
Penatalaksanaan meliputi pembedahan, kemoterapi, radioterapi, atau terapi
kombinasi. Osteosarkoma biasanya ditangani dengan pembedahan dan / atau radiasi
dan kemoterapi. Protokol kemoterapi yang digunakan biasanya meliputi adriamycin
(doksorubisin) cytoksan dosis tinggi (siklofosfamid) atau metrotexate dosis
tinggi (MTX) dengan leukovorin. Agen ini mungkin digunakan secara tersendiri
atau dalam kombinasi.
Bila terdapat hiperkalsemia, penanganan meliputi hidrasi
dengan pemberian cairan normal intravena, diurelika, mobilisasi dan obat-obatan
seperti fosfat, mitramisin, kalsitonin atau kortikosteroid. ( Gale. 1999: 245
).
b.
Tindakan
keperawatan
1) Manajemen nyeri
Teknik manajemen nyeri
secara psikologik (teknik relaksasi napas dalam, visualisasi, dan
bimbingan imajinasi) dan farmakologi (pemberian analgetika).
2) Mengajarkan mekanisme koping yang efektif
Motivasi klien dan
keluarga untuk mengungkapkan perasaan mereka, dan berikan dukungan secara moril
serta anjurkan keluarga untuk berkonsultasi ke ahli psikologi atau rohaniawan.
3) Memberikan nutrisi yang adekuat
Berkurangnya nafsu
makan, mual, muntah sering terjadi sebagai efek samping kemoterapi dan radiasi,
sehingga perlu diberikan nutrisi yang adekuat. Antiemetika dan teknik relaksasi
dapat mengurangi reaksi gastrointestinal. Pemberian nutrisi parenteral dapat
dilakukan sesuai dengan indikasi dokter.
4) Pendidikan kesehatan
Pasien dan keluarga
diberikan pendidikan kesehatan tentang kemungkinan terjadinya komplikasi,
program terapi, dan teknik perawatan luka di rumah. (Smeltzer. 2001:
2350 ).
5) Jika
diperlukan traksi, Prinsip Perawatan Traksi
·
Berikan
tindakan kenyamanan ( contoh: sering ubah posisi, pijatan punggung ) dan
aktivitas terapeutik
·
Berikan
obat sesuai indikasi contoh analgesik relaksan otot.
·
Berikan
pemanasan lokal sesuai indikasi.
·
Beri
penguatan pada balutan awal / pengganti sesuai dengan indikasi, gunakan teknik
aseptic dengan tepat.
·
Pertahankan
linen klien tetap kering, bebas keriput.
·
Anjurkan
klien menggunakan pakaian katun longgar.
·
Dorong klien untuk menggunakan manajemen stress, contoh:
bimbingan imajinasi, nafas dalam.
·
Kaji
derajat imobilisasi yang dihasilkan
·
Identifikasi
tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh: edema, eritema.
Tujuan dari penatalaksanaan
adalah untuk menghancurkan atau mengankat jaringan maligna dengan menggunakan
metode yang seefektif mungkin. Secara umum penatalaksanaan osteosarkoma ada
dua, yaitu:
a. Pada
pengangkatan tumor dengan pembedahan biasanya diperlukan tindakan amputasi pada
ekstrimitas yang terkena, dengan garis amputasi yang memanjang melalui tulang
atau sendi di atas tumor untuk control lokal terhadap lesi primer. Beberapa
pusat perawatan kini memperkenalkan reseksi lokal tulang tanpa amputasi dengan
menggunakan prosthetik metal atau allograft untuk mendukung kembali penempatan
tulang-tulang.
b.
Kemoterapi
Obat
yang digunakan termasuk dosis tinggi metotreksat yang dilawan dengan factor
citrovorum, adriamisin, siklifosfamid, dan vinkristin.
BAB
II
ASUHAN
KEPERAWATAN
A.
PENGKAJIAN
KEPERAWATAN
1. Identitas
pasien
-
Nama, umur
-
Jenis kelamin
-
Pendidkan
-
Pekerjaan
-
Status perkawinan
-
Alamat, dan lain-lain.
2. Riwayat
kesehatan
a. Pasien
mengeluh nyeri pada daerah tulang yang terkena.
b. Klien
mengatakan susah untuk beraktifitas/keterbatasan gerak
c. Mengungkapkan
akan kecemasan akan keadaannya
3.
Pengkajian fisik
a. Pada
palpasi teraba massa pada derah yang terkena.
b. Pembengkakan
jaringan lunak yang diakibatkan oleh tumor.
c. Pengkajian
status neurovaskuler; nyeri tekan
d. Keterbatasan
rentang gerak
4. Hasil
laboratorium/radiologi
a. Terdapat
gambaran adanya kerusakan tulang dan pembentukan tulang baru.
b. Adanya
gambaran sun ray spicules atau benang-benang tulang dari kortek tulang.
c. Terjadi
peningkatan kadar alkali posfatase.
B. DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1.
Nyeri akut berhubungan dengan proses
patologik dan pembedahan (amputasi).
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah nyeri akut teratasi
seluruhnya.
DS : Klien mengatakan nyeri
sebelum dan setelah pembedahan
DO :
a. Fokus
diri klien tampak menyempit, dan
b. Perilaku klien tampak
melindung diri / berhati-hati.
Kriteria Hasil :
a. Klien
mengatakan nyeri hilang dan terkontrol,
b. Klien
tampak rileks, tidak meringgis, dan mampu istirahat/tidur dengan tepat,
c. Tampak
memahami nyeri akut dan metode untuk menghilangkannya, dan
d. Skala
nyeri 0-2.
Intervensi:
a.
Catat dan kaji lokasi dan intensitas nyeri
(skala 0-10). Selidiki perubahan karakteristik nyeri.
R / : Untuk
mengetahui respon dan sejauh mana tingkat nyeri pasien.
b.
Berikan tindakan kenyamanan (contoh ubah
posisi sering, pijatan lembut).
R / : Mencegah
pergeseran tulang dan penekanan pada jaringan yang luka.
c.
Berikan sokongan (support) pada
ektremitas yang luka.
R / : Peningkatan vena return,
menurunkan edema, dan
mengurangi nyeri.
d.
Berikan lingkungan yang tenang.
R / : Agar pasien dapat beristirahat
dan mencegah timbulnya stress.
e.
Kolaborasi dengan dokter tentang
pemberian analgetik,
kaji efektifitas dari tindakan
penurunan rasa nyeri.
R / : Untuk mengurangi rasa sakit /
nyeri.
2.
Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan
dengan kerusakan muskuluskletal, nyeri, dan amputasi.
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah kerusakan mobillitas
fisik teratasi seluruhnya.
DS :
Klien mengatakan sulit untuk bergerak
DO : Klien tampak mengalami Gangguan
koordinasi; penurunan kekuatan otot, kontrol dan massa.
Kriteria Hasil :
a. Pasien
menyatakan pemahaman situasi individual, program pengobatan, dan tindakan keamanan,
b. Pasien
tampak ikut serta dalam program latihan / menunjukan keinginan berpartisipasi
dalam aktivitas,
c. Pasien
menunjukan teknik / perilaku yang memampukan tindakan beraktivitas, dan
d. Pasien
tampak mempertahankan koordinasi dan mobilitas sesuai tingkat optimal.
Intervensi :
a. Kaji tingkat
immobilisasi yang disebabkan oleh edema dan persepsi pasien tentang
immobilisasi tersebut.
R /: Pasien
akan membatasi gerak karena salah persepsi (persepsi tidak proporsional).
b. Dorong
partisipasi dalam aktivitas rekreasi (menonton TV, membaca koran dll ).
R / :
Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi, memusatkan perhatian,
meningkatkan perasaan mengontrol diri pasien dan membantu dalam mengurangi
isolasi sosial.
c. Anjurkan pasien
untuk melakukan latihan pasif dan aktif pada yang cedera maupun yang tidak.
R / : Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk
meningkatkan tonus otot, mempertahankan mobilitas sendi, mencegah kontraktur /
atropi dan reapsorbsi Ca yang tidak digunakan.
d. Bantu pasien dalam perawatan diri.
R / :
Meningkatkan kekuatan dan sirkulasi otot, meningkatkan pasien dalam mengontrol
situasi, meningkatkan kemauan pasien untuk sembuh.
e. Berikan diit Tinggi protein Tinggi kalori , vitamin
, dan mineral.
R / : Mempercepat proses penyembuhan, mencegah penurunan
BB, karena pada immobilisasi biasanya terjadi penurunan BB.
f.
Kolaborasi
dengan bagian
fisioterapi.
R
/ : Untuk menentukan program latihan.
3.
Kerusakan
integritas kulit atau jaringan berhubungan dengan penekanan pada
daerah tertentu dalam waktu yang lama.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam masalah kerusakan
integritas kulit / jaringan taratasi seluruhnya.
Kriteria Hasil : Klien Menunjukkan
prilaku / tehnik untuk mencegah kerusakan kulit tidak berlanjut.
Intervensi :
a.
Kaji adanya perubahan warna kulit.
R / : Memberikan informasi tentang
sirkulasi kulit.
b.
Pertahankan tempat tidur kering dan
bebas kerutan.
R / : Untuk menurunkan tekanan pada
area yang peka resiko kerusakan kulit lebih lanjut.
c.
Ubah posisi dengan sesering mungkin.
R / : Untuk
mengurangi tekanan konstan pada area yang sama dan meminimalkan resiko kerusakan kulit.
d.
Beri posisi yang nyaman kepada pasien.
R / : Posisi yang tidak tepat dapat
menyebabkan cedera kulit / kerusakan
kulit.
c.
Kolaborasi dengan tim kesehatan dan
pemberian zalf / antibiotic.
R / : Untuk mengurangi terjadinya
kerusakan integritas kulit.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka kerusakan
jaringan lunak.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah resiko infeksi
tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
a. Tidak ada tanda-tanda Infeksi,
b. Leukosit dalam batas normal, dan
c. Tanda-tanda vital dalam batas
normal.
Intervensi :
a. Kaji keadaan luka (kontinuitas dari
kulit) terhadap adanya: edema, rubor, kalor, dolor, fungsi laesa.
R/
: Untuk mengetahui tanda-tanda infeksi.
b. Anjurkan pasien
untuk tidak memegang bagian yang luka.
R/ : Meminimalkan terjadinya kontaminasi.
c. Rawat luka dengan menggunakan tehnik aseptik
R/
: Mencegah kontaminasi dan kemungkinan infeksi silang.
e.
Mewaspadai adanya keluhan nyeri
mendadak, keterbatasan gerak, edema
lokal, eritema pada daerah luka.
R/ : Merupakan indikasi adanya osteomilitis.
f. Kolaborasi pemeriksaan darah :
Leukosit
R/ : Leukosit yang
meningkat artinya sudah terjadi proses infeksi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar