BAB I
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Proses menua (lansia) adalah proses
alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial
yang saling ber interaksi satu sama lain. Psikologi pada lansia dan tugas
perkembangan lansia Geriatri adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari
masalah kesehatan pada lansia yang menyangkut aspek promotof, preventif,
kuratif dan rehabilitatif serta psikososial yang menyertai kehidupan lansia.
B.
Ciri –
ciri
·
7. Ciri-Ciri Lansia Menurut Hurlock
(Hurlock, 1980, h.380) terdapat beberapa ciri-ciri orang lanjut usia, yaitu :
1.
Usia lanjut merupakan periode
kemunduran
2.
Kemunduran pada lansia sebagian
datang dari faktor fisik dan faktor psikologis.
3.
Kemunduran dapat berdampak pada
psikologis lansia. Motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada
lansia.
4.
Orang lanjut usia memiliki status
kelompok minoritas Lansia
5.
Menua membutuhkan perubahan peran
6.
Perubahan peran tersebut dilakukan
karena lansia mulai mengalami kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada
lansia sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar
tekanan dari lingkungan.
7.
Penyesuaian yang buruk pada lansia
8.
Perlakuan yang buruk terhadap orang
lanjut usia membuat lansia cenderung mengembangkan konsep diri yang buruk.
Lansia lebih memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk. Karena perlakuan yang
buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk.
·
Ada 4 ciri yang dapat dikategorikan
sebagai pasien Geriatri dan Psikogeriatri, yaitu :
1.
Keterbatasan fungsi tubuh yang
berhubungan dengan makin meningkatnya usia.
2.
Adanya akumulasi dari
penyakit-penyakit degeneratif
3.
Lanjut usia secara psikososial yang
dinyatakan krisis
4.
Hal-hal yang dapat menimbulkan
gangguan keseimbangan (homeostasis)
C.
Faktor – Faktor
Ada beberapa faktor yang sangat
berpengaruh terhadap psikologi lansia. Penurunan Kondisi Fisik Penurunan Fungsi
dan Potensi Seksual Perubahan Aspek Psikososial Perubahan yang Berkaitan Dengan
Pekerjaan Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan
·
Perubahan-perubahan yang umum
terlihat pada masa usia lanjut adalah ditandai dengan perubahan fisik dan
psikologis tertentu. Baik pria maupun wanita, pada usia lanjut mereka akan
melakukan penyesuaian diri agar mereka tampak siap dan sesuai dengan masa usia
lanjut tersebut secara baik ataupun tidak baik. Akan tetapi hasil yang
diperoleh dari penyesuaian tersebut cenderung menuju dan membawa penyesuaian
diri yang tidak baik daripada yang baik, terutama adalah terjadinya kemunduran
fisik dan mental yang berlangsung secara perlahan dan bertahap.
·
Perubahan Fisik Beberapa perubahan
gangguan fisik yang timbul adalah sebagai berikut :
ü
Perubahan pada kulit
ü
Perubahan otot
ü
Perubahan pada persendian
ü
Perubahan pada gigi
ü
Perubahan pada mata
ü
Perubahan pada telinga
ü
Perubahan pada sistem pernafasan
·
Perubahan Psikis Secara umum
beberapa gangguan psikologis yang timbul adalah: 1. Kecemasan (angietas) 2.
Depresi 3. Rasa bersalah (guilty feeling) 4. Masalah perkawinan atau juga
akibat dari rasa takut akan gagal dalam berhubungan intim
A.
Kepribadian Usia Lanjut
Periode
tua memiliki potensi untuk mengalami kebahagiaan pribadi. Pada masa ini, waktu
senggang lebih banyak, dan tanggung jawab terhadap pekerjaan sehari-hari makin
berkurang. Elida Prayitno (2006) mengemukakan bahwa ada 2 (dua) hal yang
mempengaruhi kepribadian yaitu tipe kepribadian dan konsep diri.
1. Tipe
Kepribadian
Tipe kepribadian yang dimiliki oleh orang lansia
mempengaruhi aktivitas hidupnya dan mempengaruhi kepuasan hidup yang
dirasakannya (Elida Prayitno, 2006). Zainuddin Sri Kuntjoro (2002) mengemukakan
bahwa pada lansia yang sehat, kepribadiannya tetap berfungsi dengan baik,
kecuali kalau mereka mengalami gangguan kesehatan jiwanya atau tergolong
patologik.
Sifat kepribadian
seseorang sewaktu muda akan lebih nampak jelas setelah memasuki lansia sehingga
masa muda diartikan sebagai karikatur kepribadian lansia. Dengan memahami
kepribadian lansia tentu akan lebih memudahkan masyarakat secara umum dan
anggota keluarga lansia tersebut secara khusus, dalam memperlakukan lansia dan
sangat berguna bagi kita dalam mempersiapkan diri jika suatu hari nanti
memasuki masa lansia.
Adapun beberapa tipe kepribadian lansia seperti yang
dikemukakan oleh Zainuddin Sri Kuntjoro (2002) adalah sebagai berikut:
a.
Tipe konstruktif
Model kepribadian tipe ini sejak
muda umumnya mudah menyesuaikan diri dengan baik terhadap perubahan dan pola
kehidupannya. Sejak muda perilakunya positif dan konstruktif serta hampir tidak
pernah bermasalah, baik di rumah, di sekolah maupun dalam pergaulan sosial.
Perilakunya baik, adaptif, aktif, dinamis, sehingga setelah selesai mengikuti
studi ia mendapatkan pekerjaan juga dengan mudah dan dalam bekerjapun tidak
bermasalah.
Karier dalam pekerjaan juga lancar
begitu juga dalam kehidupan berkeluarga; tenang dan damai semua berjalan dengan
normatif dan lancar. Dapat dikatakan bahwa tipe kepribadian model ini adalah
tipe ideal, seolah-olah orang tidak pernah menghadapi permasalahan yang
menggoncangkan dirinya sehingga hidupnya terlihat stabil dan lancar. Jika tipe
kerpibadian ini terlihat seolah-olah tidak pernah bermasalah hal itu terjadi
karena tipe kepribadian model ini mudah menyesuaikan diri, dalam arti juga
pandai mengatasi segala permasalahan dalam kehidupannya.
Sifatnya pada masa dewasa adalah mempunyai
rasa toleransi yang tinggi, sabar, bertanggung jawab dan fleksibel, sehingga
dalam menghadapi tantangan dan gejolak selalu dihadapi dengan kepala dingin dan
sikap yang mantap.
Pada masa lanjut usia model
kepribadian ini dapat menerima kenyataan, sehingga pada saat memasuki usia
pensiun ia dapat menerima dengan suka rela dan tidak menjadikannya sebagai
suatu masalah, karena itu post power sindrome juga tidak dialami. Pada umumnya
karena orang-orang dengan kepribadian semacam ini sangat produktif dan selalu
aktif, walaupun mereka sudah pensiun akan banyak yang menawari pekerjaan
sehingga mereka tetap aktif bekerja di bidang lain ataupun ditempat lain.
Itulah gambaran tipe kepribadian konstruktif yang sangat ideal, sehingga mantap
sampai lansia dan tetap eksis di hari tua.
b. Tipe Kepribadian Mandiri
Model kepribadian tipe ini sejak
masa muda dikenal sebagai orang yang aktif dan dinamis dalam pergaulan sosial,
senang menolong orang lain, memiliki penyesuaian diri yang cepat dan baik,
banyak memiliki kawan dekat namun sering menolak pertolongan atau bantuan orang
lain. Tipe kepribadian ini seolah-olah pada dirinya memiliki prinsip
"jangan menyusahkan orang lain" tetapi menolong orang lain itu
penting. Jika mungkin segala keperluannya diurus sendiri, baik keperluan
sekolah, pakaian sampai mencari pekerjaan dan mencari pasangan adalah urusan
sendiri. Begitu juga setelah bekerja, dalam dunia kerja ia sangat mandiri dan
sering menjadi pimpinan karena aktif dan dominan. Perilakunya yang akif dan
tidak memiliki pamrih, justru memudahkan gerak langkahnya, biasanya ia mudah
memperoleh fasilitas atau kemudahan-kemudahan lainnya sehingga kariernya cukup
menanjak, apalagi jika ditunjang pendidikan yang baik, maka akan mengantarkan
model kepribadian yang mandiri menjadi pimpinan atau manajer yang tangguh.
Dalam kehidupan berkeluarga model
kepribadian ini umumnya sangat dominan dalam mengurus keluarganya. Semua
dipimpin dan diatur dengan cekatan sehingga semua beres. Seolah-olah dalam
benaknya anak istri tidak boleh kerepotan dan jangan merepotkan orang lain.
Model tipe ini adalah ayah atau ibu yang sangat perhatian pada anak-anak dengan
segala kebutuhannya.
Pada saat memasuki masa tuanya,
disinilah mulai timbul gejolak, timbul perasaan khawatir kehilangan anak buah,
teman, kelompok, jabatan, status dan kedudukan sehingga cenderung ia menunda
untuk pensiun atau takut pensiun atau takut menghadapi kenyataan. Termasuk
dalam kelompok kepribadian model ini adalah mereka yang sering mengalami post
power sindrome setelah menjalani masa pensiun. Sedangkan tipe kepribadian ini
yang selamat dari sindrome adalah mereka yang biasanya telah menyiapkan diri
untuk memiliki pekerjaan baru sebelum pensiun, misalnya wira swasta atau punya
kantor sendiri atau praktek pribadi sesuai dengan profesinya masing-masing dan
umumnya tidak tertarik lagi bekerja disuatu lembaga baru kecuali diserahi penuh
sebagai pimpinan.
c.
Tipe Kepribadian Tergantung
Tipe kepribadian tergantung ditandai
dengan perilaku yang pasif dan tidak berambisi sejak anak-anak, remaja dan masa
muda. Kegiatan yang dilakukannya cenderung didasari oleh ikut-ikutan karena
diajak oleh temannya atau orang lain. Karena pasif dan tergantung, maka jika
tidak ada teman yang mengajak, timbul pikiran yang optimistik, namun sukar
melaksanakan kehendaknya, karena kurang memiliki inisiatif dan kreativitas
untuk menghadapi hal-hal yang nyata.
Pada waktu sekolah mereka biasanya dikenal
sebagai siswa yang pasif, tidak menonjol, banyak menyendiri, pergaulannya
terbatas sehingga hampir-hampir tidak dikenal kawan sekelasnya. Begitu juga
saat menjadi mahasiswa, biasanya serba lambat karena pasif sehingga masa
studinya juga lambat. Dalam mencari pekerjaan orang tipe ini biasanya
tergantung pada orang lain, sehingga masuk usia kerja juga lambat dan kariernya
tidak menyolok. Dalam bekerja lebih senang jika diperintah, dipimpin dan
diperhatikan oleh orang lain atau atasan, namun jika tidak ada perintah
cenderung pasif seolah-olah tidak tahu apa yang harus dilakukan. Dalam
pergaulan sehari-hari mereka cenderung menunggu ajakan teman namun sesudah
akrab sulit melupakan jasa baik temannya.
Dalam kehidupan perkawinan, karena
orang pasif biasanya menikah terlambat dan memilih istri atau suami yang
dominan, maka dalam kehidupan keluarga biasanya akur, akrab, tentram tidak
banyak protes, pokoknya mengikuti kehendak suami atau istri. Pada saat pensiun
mereka dengan senang hati menerima pensiun dan dapat menikmati hari tuanya.
Masalah akan timbul jika pasangan hidupnya meninggal duluan. Kejadian tersebut
seringkali mengakibatkan mereka menjadi merana dan kadang-kadang juga cepat
menyusul, karena kehilangan pasangan merupakan beban yang amat berat sehingga
mengalami stress yang berat dan sangat menderita.
d. Tipe Kepribadian Bermusuhan
Tipe Kepribadian bermusuhan adalah
model kepribadian yang tidak disenangi orang, karena perilakunya cenderung
sewenang-wenang, galak, kejam, agresif, semauanya sendiri dan sebagainya. Sejak
masa sekolah dan remaja biasanya mereka sudah banyak masalah, sering
pindah-pindah sekolah, tidak disenangi guru, dijauhi kawan-kawan sehingga
sebagai siswa reputasinya negatif. Begitu juga setelah jadi mahasiswa, dikampus
biasanya mereka dikenal sebagai tukang bikin ribut, prestasi akademik kurang,
namun biasanya pandai pacaran, ganti-ganti pacar, berjiwa petualang (avonturir)
dan mudah terjerumus dalam minum-minuman keras, menggunakan narkotik dan
sejenisnya. Dalam dunia kerja umumnya mereka tidak stabil, senang pindah-pindah
kerja atau pekerjaannya tidak menentu. Kalau menjadi pejabat cenderung
foya-foya, menghalalkan segala cara dan semua keinginan harus dituruti, demi
memberikan kepuasan diri. Tipe ini juga dikenal tidak mau mengakui kesalahannya
dan cenderung mengatakan bahwa orang lah yang berbuat salah, banyak mengeluh
dan bertindak agresif atau destruktif, pada hal dalam kenyataan mereka lebih
banyak berbuat kesalahan.
Model kepribadian bermusuhan ini
juga takut menghadapi masa tua, sehingga mereka berusaha minum segala jenis
jamu atau obat agar terlihat tetap awet muda, mereka juga takut kehilangan
power, takut pensiun dan paling takut akan kematian. Biasanya pada masa lansia
ornag-orang dengan tipe ini terlihat menjadi rakus, tamak, emosional dan tidak
puas dengan kehidupannya, seolah-olah ingin hidup seribu tahun lagi.
e.
Tipe Kepribadian Kritik Diri
Tipe kepribadian kritik diri
ditandai adanya sifat-sifat yang sering menyesali diri dan mengkritik dirinya
sendiri. Misalnya merasa bodoh, pendek, kurus, terlalu tinggi, terlalu gemuk
dan sebagainya, yang menggambarkan bahwa mereka tidak puas dengan keberadaan
dirinya. Sejak menjadi siswa mereka tidak memiliki ambisi namun kritik terhadap
dirinya banyak dilontarkan. Kalau dapat nilai jelek, selalu mengkritik dirinya
dengan kata dasar orang bodoh maka malas belajar. Begitu juga setelah dewasa
dalam mencari pekerjaan dan bekerja juga tidak berambisi yang penting bekerja
namun karier tidak begitu diperhatikan. Keadaan itu biasanya juga mengakibatkan
kondisi sosial ekonominya juga menjadi pas-pasan, karena sulit diajak kerja
keras.
Dalam kehidupan berkeluarga juga
tidak berambisi, syukur kalau dapat jodoh, namun setelah nikah hubungan suami
istripun tidak mesra karena selalu mengkritik dirinya dengan segala
kekuangannya. Karena kurang akrab berkomunikasi dengan suami atau istri, maka
mudah terjadi salah faham, salah pengertian dan mudah tersinggung. Kehidupan
dalam keluarga kurang hangat dan kurang membahagiakan dirinya. Dalam menghadapi
masa pensiun mereka akan menerima dengan rasa berat, karena merasa lebih tidak
berharga lagi dan tidak terpakai. Model kepribadian inilah yang sering terlihat
pada lansia yang antara suami dan istri menjadi tidak akur, sehingga
masing-masing mengurusi kebutuhan sendiri-sendiri, tidak saling menegur dan
saling mengacuhkan walaupun hidup dalam satu atap.
2. Konsep
diri lansia
Penelitian
yang dilakukan oleh Gutman (1964) dalam
Elida Prayitno (2006) menunjukkan hasil bahwa konsep diri orang lansia
tidak berbeda dan tidak berubah secara signifikan dari masa mudanya. Namun pada
penelitian lainnya ditemukan bahwa konsep diri orang berubah dari aktif (masa
mudanya) menjadi pasif (masa tua). Hal ini berbeda karena konsep diri sangat
tergantung kepada sikap sosial orang-orang di sekitar terhadap orang lansia.
Trimaks
dan Nicolay (1974) dalam Elida Orayitno (2006) menyatakan bahwa konsep diri
orang tua cenderung tetap atau stabil sampai tua, dalam arti tidak mengalami
perubahan yang dramatis pada masa tua sesorang. Orang yang memiliki konsep diri
yang positif dimasa mudanya akan memiliki konsep diri yang positif pula di masa
tuanya, begitu pula sebaliknya. Kemudian Emmet dan Echman (1973) dalam Elida
Prayitno (2006) juga menambahkan bahwa kebanyakan orang lansia tidak ingin
menjadi muda lagi. Mereka ingin menjadi orang tua yang sehat dan bahagia.
B.
Gangguan Mental pada Lansia
1.
Skizofrenia
Gangguan jiwa skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang berat
dan gawat yang dapat dialami manusia sejak muda dan dapat berlanjut menjadi
kronis dan lebih gawat ketika muncul pada lanjut usia (lansia) karena
menyangkut perubahan pada segi fisik, psikologis dan sosial-budaya (Depkes, 1992 dalam Zainuddin Sri Kuntjoro,
2002).
Gangguan skizofrenia pada lanjut usia (lansia) ditandai oleh
gangguan pada alam pikiran sehingga penderita memiliki pikiran yang kacau. Hal
tersebut juga menyebabkan gangguan emosi sehingga emosi menjadi labil misalnya
cemas, bingung, mudah marah, mudah salah faham dan sebagainya. Terjadi juga
gangguan perilaku, yang disertai halusinasi, waham dan gangguan kemampuan dalam
menilai realita, sehingga penderita menjadi tak tahu waktu, tempat maupun
orang.
Ganguan skizofrenia berawal dengan keluhan halusinasi
seperti mendengar pikirannya sendiri diucapkan dengan nada keras, atau
mendengar dua orang atau lebih memperbincangkan diri si penderita sehingga ia
merasa menjadi orang ketiga. Dalam kasus ini sangat perlu dilakukan pemeriksaan
tinggkat kesadaran pasien (penderita), melalui pemeriksaan psikiatrik maupun
pemeriksaan lain yang diperlukan. Karena banyaknya gangguan paranoid pada
lanjut usia (lansia) maka banyak ahli beranggapan bahwa kondisi tersebut
termasuk dalam kondisi psikosis fungsional dan sering juga digolongkan menjadi
senile psikosis.
Gangguan skizofrenia sebenarnya dapat dibagi menjadi
beberapa tipe, yaitu :
·
Skizofrenia paranoid (curiga,
bermusuhan, garang dsb)
·
Skizofrenia katatonik (seperti
patung, tidak mau makan, tidak mau minum, dsb)
·
Skizofrenia hebefrenik (seperti anak
kecil, merengek-rengek, minta-minta, dsb)
·
Skizofrenia simplek (seperti
gelandangan, jalan terus, kluyuran)
·
Skizofrenia Latent (autustik,
seperti gembel)
Pada umumya, gangguan skizofrenia yang terjadi pada lansia
adalah skizofrenia paranoid, simplek dan latent. Sulitnya dalam pelayanan
keluarga, para lansia dengan gangguan kejiwaan tersebut menjadi kurang terurus
karena perangainya dan tingkahlakunya yang tidak menyenangkan orang lain,
seperti curiga berlebihan, galak, bersikap bermusuhan, dan kadang-kadang baik
pria maupun wanita perilaku seksualnya sangat menonjol walaupun dalam bentuk
perkataan yang konotasinya jorok dan porno (walaupun tidak selalu).
2.
Parafrenia
Parafrenia
merupkan gangguan jiwa yang gawat yang pertama kali timbul pada lanjut usia
(lansia), (misalnya pada waktu menopause pada wanita). Gangguan ini sering
dianggap sebagai kondisi diantara Skizofrenia paranoid di satu pihak dan
gangguan depresif di pihak lain. Lebih sering terjadi pada wanita dengan
kepribadian pramorbidnya (keadaan sebelum sakit) dengan ciri-ciri paranoid
(curiga, bermusuhan) dan skizoid (aneh, bizar). Mereka biasanya tidak menikah
atau hidup perkawinan dan sexual yang kurang bahagia, jika punya sedikit itupun
sulit mengasuhnya sehingga anaknyapun tak bahagia dan biasanya secara khronik
terdapat gangguan pendengaran. Umumnya banyak terjadi pada wanita dari kelas
sosial rendah atau lebih rendah.
3. Gangguan Jiwa Afektif
Zainuddin
Sri Kuntjoro (2002) menyatakan bahwa Gangguan jiwa afektif adalah gangguan jiwa
yang ditandai dengan adanya gangguan emosi (afektif) sehingga segala perilaku
diwarnai oleh ketergangguan keadan emosi. Gangguan afektif ini antara lain:
· Gangguan Afektif tipe Depresif
Gangguan
ini terjadi relatif cepat dalam beberapa bulan. Faktor penyebabnya dapat
disebabkan oleh kehilangan atau kematian pasangan hidup atau seseorang yang
sangat dekat atau oleh sebab penyakit fisik yang berat atau lama mengalami
penderitaan.
Gejala
gangguan afektif tipe depresif adalah sedih, sukar tidur, sulit berkonsentrasi,
merasa dirinya tak berharga, bosan hidup dan kadang-kadang ingin bunuh diri.
Beberapa pandangan menganggap bahwa terdapat 2 jenis depresi yaitu Depresi tipe
Neurotik dan Psikotik. Pada tipe neurotik kesadaran pasien tetap baik, namun
memiliki dorongan yang kuat untuk sedih dan tersisih. Pada depresi psikotik,
kesadarannya terganggu sehingga kemampuan uji realitas (reality testing
ability) ikut terganggu dan berakibat bahwa kadang-kadang pasien tidak dapat
mengenali orang, tempat, maupun waktu atau menjadi seseorang yang tak tahu
malu, tak ada rasa takut, dsb.
· Gangguan Afektif tipe Manik
Gangguan
ini sering timbul secara bergantian pada pasien yang mengalami gangguan afektif
tipe depresi sehingga terjadi suatu siklus yang disebut gangguan afektif tipe
Manik Depresif. Dalam keadaan Manik, pasien menunjukkan keadaan gembira yang
tinggi, cenderung berlebihan sehingga mendorong pasien berbuat sesuatu yang
melampaui batas kemampuannya, pembicaraan menjadi tidak sopan dan membuat orang
lain menjadi tidak enak. Kondisi ini lebih jarang terjadi dari pada tipe
depresi. Kondisi semacam ini kadang-kadang silih berganti, suatu ketika pasien
menjadi eforia, aktif, riang gembira, pidato berapi-api, marah-marah, namun tak
lama kemudia menjadi sedih, murung, menangis tersedu-sedu yang sulit
dimengerti.
4. Neurosis
Gangguan
neurosis dialami sekitar 10-20% kelompok lanjut usia (lansia). Sering sukar
untuk mengenali gangguan ini pada lanjut usia (lansia) karena disangka sebagai
gejala ketuaan. Hampir separuhnya merupakan gangguan yang ada sejak masa
mudanya, sedangkan separuhnya lagi adalah gangguan yang didapatkannya pada masa
memasuki lanjut usia (lansia). Gangguan neurosis pada lanjut usia (lansia)
berhubungan erat dengan masalah psikososial dalam memasuki tahap lanjut usia
(lansia).
Gangguan
ini ditandai oleh kecemasan sebagai gejala utama dengan daya tilikan (insight)
serta daya menilai realitasnya yang baik. Kepribadiannya tetap utuh, secara
kualitas perilaku orang neurosis tetap baik, namun secara kuantitas perilakunya
menjadi irrasional. Sebagai contoh : mandi adalah hal yang biasa dilakukan oleh
orang normal sehari 2 kali, namun bagi orang neurosis obsesive untuk mandi, ia
akan mandi berkali-kali dalam satu hari dengan alasan tidak puas-puas untuk
mandi
5. Gangguan Somatoform
Pasien
dengan keadaan ini sering mengeluh bahwa dirinya sakit, serta tidak dapat
diobati. Keluhannya sering menyangkut alat tubuh seperti alat pencernaan,
jantung dan pembuluh darah, alat kemih/kelamin, dan lainnya. Pada lansia yang
menderita hipokondriasis penyakit yang menjadi keluhannya sering
berganti-ganti, bila satu keluhannya diobati yang mungkin segera hilang, ia mengeluh
sakit yang lain. Kondisi ini jika dituruti terus maka ia akan terus-menerus
minta diperiksa dokter; belum habis obat untuk penyakit yang satu sudah minta
diperiksa dokter untuk penyakit yang lain.
C.
Menghadapi
Kematian atau Kematian Pasangan
Kuhler
dalam Elida Prayitno (2006) berpendapat bahwa sikap orang tua yang sakit dan
dalam keadaan sekarat adalah sebagai berikut:
a. Menolak; Mereka belum ingin
meninggal. Karena mereka tidak mampu menolak, maka mereka menjadi marah.
b. Marah; Marah mengikuti penolakan
yang tidak mungkin terjadi. Mereka marah kepada dokter atau orang lain yang
ingin menolong mereka.
c. Tawar-menawar dengan maut; Meeka
tawar menawar dengan Tuhan, memohon agar waku hidup mereka sedikit lagi
diperpanjang.
d. Depresi; Orang yang menghadapi maut
mengalami depresi karena kesedihan yang
mendalam, an akhirnya pasrah.
e. Menerima; mereka menyadari bahwa
mereka pasti mati dan waktunya sudak sanagat dekat.
Pada
usia lanjut, kematian pasangan merupakan hal yang sangat mungkin terjadi dan
merupakan suatu keniscayaan. Elida Prayitno (2006) menyatakan bahwa peristiwa
kematian pasangan memerlukan penyesuaian, dan penyesuaian tersebut sangat
dipengaruhi oleh pergaulan orang tersebut sewaktu menjadi pasangan suami-istri
dan kepribadiannya.
Clayton
(1971), Parker & Brown (1972) dalam Elida Prayitno (2006) memaparkan bahwa
reaksi terhadap kematian pasanagan ada yang bersifat sementara seperti
menangis, tertekan, sukar tidur, ketajaman perhatian menurun, kurang selera
makan, kurus, hilangnya keinginan untuk melakukan kegiatan , menyalahkan diri
sendiri, cemas, pemarah kepada kenyataan.
.Elida
Prayino sendiri juga mengemukakan sendiri bahwa rekasi perasaan terhadap
kehilangan pasangan berlangsung lama atau segera hilang, tergantung pada
kekuatan perasaan dalam diri indiidu yang bersangkutan. Adapun usaha yang dapat
dilakukan demi menyembuhkan kesedihan pasca kematian pasangan pada lansia ialah seperti menikah kembali,
melakukan aktivitas baru yang bermanfaat bagi pengembangan diri sendiri atau
menunjang kehidupan ekonomi (terutama wanita.
Lopata
(1973) dalam Elida Prayitno (2006) menyebutkan
bahwa menikah kembali atau tidak, tergantung pada ketahanan untuk hidup
sendiri, ketahanan menjadi janda atau duda tidak terkait dengan kebutuhan seks,
tetapi itu tegantung pada system sosial yan berlaku dalam kehidupan pasanagan
itu. Namun pada faktanya kecendrungan untuk menikah lagi tergantung pada
kondisi ekonomi, latar belakang agama, jumlah perkawinan sebelumnya, umur,
sejarah keluarga, dan tingkat trauma yang dirasa.
D.
Penyesuaian
terhadap Perubahan Minat
Lanjut
usia juga mengalami perubahan dalam minat. Pertama minat terhadap diri makin
bertambah. Kedua minat terhadap penampilan semakin berkurang. Ketiga minat
terhadap uang semakin meningkat, terakhir minta terhadap kegiatan rekreasi tak
berubah hanya cenderung menyempit. Untuk itu diperlukan motivasi yang tinggi
pada diri lansia untuk selalu menjaga kebugaran fisiknya agar tetap sehat
secara fisik. Motivasi tersebut diperlikan untuk melakukan latihan fisik secara
benar dan teratur untuk meningkatkan kebugaran fisiknya.
Berkaitan
dengan perubahan, kemudian Hurlock (1990) mengatakan bahwa perubahan yang
dialami oleh setiap orang akan mempengaruhi minatnya terhadap perubahan
tersebut dan akhirnya mempengaruhi pola hidupnya. Bagaimana sikap yang
ditunjukan apakah memuaskan atau tidak memuaskan, hal ini tergantung dari
pengaruh perubahan terhadap peran dan pengalaman pribadinya. Perubahan yang
diminati oleh para lanjut usia adalah perubahan yang berkaitan dengan masalah
peningkatan kesehatan, ekonmi atau pendapatan dan peran sosial (Goldstein,
1992).
Dalam
menghadapi perubahan tersebut diperlukan penyesuaian. Ciri-ciri penyesuaian
yang tidak baik dari lansia ( Hurlock, 1979) di kutip oleh Munandar (1994)
adalah :
·
Minat sempit terhadap kejadian di
lingkungannya
·
penarikan diri ke dalam dunia
fantasi
·
Selalu mengingat kembali masa lalu
·
Selalu kuatir karena pengangguran
·
Kurang ada motivasi
·
Rasa kesendirian karena hubungan
dengan keluarga kurang baik
·
Tempat tinggal yang tidak diinginkan
Dilain
pihak ciri penyesuaian diri lanjut usia yang baik antara lain adalah : Minat
yang kuat, ketidaktergantungan secara ekonomi, kontak sosial luas, menikmati
kerja dan hasil kerja, menikmati kegiatan yang dilakukan saat ini dan memiliki
kekuatiran minimal terhadap diri dan orang lain.
KESIMPULAN
Kepribadian
masa lansia dipengaruhi oleh dua hal yaitu; tipe kepribadian dan konsep diri.
Tipe kepribadian lansia diantaranya ialah tipe konstruktif, tipe mandiri, tipe tergantung,
tipe bermusuhan, dan tipe kritik diri. Konsep diri lansia ditentukan oleh
bagaimana konsep dirinya ketika muda.
Masa
lansia tidak terlepas dari adanya gangguan mental, sperti skizofrenia,
parafrenia, depresi, manic, neurosis, stomaform, dll. Kematian pada masa lansia
merupakan suatu keniscayaan, adapun reaksi yang timbul ketika menghadapi
kematian diri sendiri ialah ada yang menolak dan menerima. Sedangkan untuk
kematian pasangan, orang lansia ada yang meilih untuk hidup sendiri dan ada
yang menikah lagi, tergantung dari ketahanan hidup sendiri dan system sosial
yang berlaku.
Orang
lansia juga mengalami perubahan minat seperti,minat terhadap rekreasi yang
menyempit, dll.
DAFTAR
PUSTAKA
Elida Prayitno. 2006. Psikologi
Orang Dewasa. Padang: Angkasa Raya
Zainuddin Sri Kunjoro. 2002. Memahami
Kepribadian Lansia. Jakarta.2002. Mengenal Gangguan Jiwa Pada Lansia . Jakarta
http://muhamadrezapahlevi.blogspot.com/2012/05/perubahan-yang-terjadi-pada-lansia.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar